Penyebab Rasio Pajak Masih Belum Optimal - Flash News 21 November 2022
Topik: PAJAK & PENERIMAAN
1. Penyebab Rasio Pajak Masih Belum Optimal
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio pajak pada tahun 2019 mencapai 8,42% terhadap PDB. Namun, rasio turun menjadi 6,95% di tahun 2020, meski sempat naik lagi menjadi 7,53% di 2021. Melihat pencapaian tersebut, pemerintah pun hanya menargetkan rasio pajak di 2030 sebesar 8,17% lebih rendah dari outlook rasio pajak tahun ini yang sebesar 8,35%.
Mengutip buku Rencana Strategis DJP Tahun 2020-2024, Minggu (20/11), ada sejumlah faktor yang membuat rasio pajak Indonesia masih belum sampai dobel digit. Pertama, ketergantungan terhadap sumber daya alam membuat ekonomi Indonesia sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar Internasional.
Kedua, Indonesia negara kedua di dunia setelah Vietnam dengan kontribusi sektor pertanian tertinggi terhadap PDB. Tapi, sebagian besar pelaku usaha pertanian belum menjadi pembayar pajak aktif. Salah satunya karena penghasilannya masih di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Ketiga, UMKM kerap diberi fasilitas pajak. Faktor lainnya karena kapasitas administrasi otoritas pajak masih belum optimal. (Kontan)
Topik: EKONOMI & BISNIS
1. Kenaikan UMP 2023 Dinilai Melanggar Putusan MK
Kalangan pengusaha memprotes keras kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2023 maksimal 10%, berdasarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022. Alasannya, kebijakan itu melanggar putusan MK, menambah beban pengusaha, merusak iklim investasi, mempersulit para pencari kerja, dan bisamemicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal lanjutan. (Investor Daily)
2. Bantuan Pendanaan Atasi Pemanasan Global Disepakati
Konferensi tingkat tinggi (KTT) Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau COP27 telah ditutup pada Minggu (20/11/2022) dengan menghasilkan kesepakatan penting, tentang pendanaan untuk membantu negara-negara rentan mengatasi dampak pemanasan global yang menghancurkan. Meski, demikian, pertemuan yang berlangsung dua pekan itu masih menyisakan kegusaran akibat gagal mendorong ambisi lebih lanjut, yakni menurunkan emisi.
Bank Dunia memperkirakan, peristiwa banjir dahsyat di Pakistan tahun ini menyebabkan kerusakan dan kerugian ekonomi senilai US$ 30 miliar. Dana tersebut akan diarahkan untuk negara-negara berkembang yang sangat rentan terhadap dampak buruk perubahan iklim. (Investor Daily)
Klik tautan berikut untuk bergabung ke grup WhatsApp yang memberikan update rangkuman berita harian seputar perpajakan dan ekonomi;