Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

05 November 2020

Usaha Tutup, Bagaimana Perlakuan Pajaknya?

Hero

Sumber:

Oleh: Henricus B. Hendrawan

Dalam usaha bisnis, selalu ada tantangan dalam menjalankannya. Setiap pemilik usaha berharap usahanya dapat berkembang sesuai harapan dan prinsip going concern dapat terjaga. Namun, ada kalanya tantangan yang dihadapi tidak dapat ditangani dengan baik dan mengakibatkan kerugian dan bahkan bangkrut. Jika pemilik usaha mengambil keputusan untuk menghentikan operasi dan menutup usahanya, maka perlu ada perlakuan terhadap perpajakannya.

Pelunasan Kewajiban Perpajakan

Dalam Pasal 21 UU KUP disebutkan sebagai berikut:

Ayat (1): Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.

Ayat (2): Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

Ayat (3): Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

  • biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
  • biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
  • biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Ayat (3a): Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

Atas ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai hak mendahulu (hak preferensi) pembayaran utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Artinya pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.

Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.03/2017 Tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, menjadi acuan untuk penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP.

Dalam Pasal 30 Ayat 2 dijelaskan bahwa penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak Badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha. Selain itu dijelaskan juga bahwa Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap yang menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia, juga dapat melakukan penghapusan NPWP. Penghapusan NPWP dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) untuk Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.

Baca juga: Penghapusan NPWP Ternyata Dapat Dilakukan Dengan 2 Cara?

Dalam Pasal 55 menyatakan bahwa Pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan oleh Kepala KPP berdasarkan permohonan pencabutan pengukuhan PKP atau secara jabatan. Permohonan pencabutan pengukuhan PKP dilakukan secara elektronik atau tertulis, dan dilampiri dengan dokumen yang menunjukkan bahwa PKP tidak lagi memenuhi ketentuan. Permohonan secara elektronik disampaikan melalui saluran e-Registration di laman www.pajak.go.id. Permohonan secara tertulis disampaikan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat. Pencabutan pengukuhan PKP berdasarkan permohonan PKP dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, kepala KPP menerbitkan keputusan atas permohonan tersebut dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan PKP diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah terlampaui dan Kepala KPP tidak menerbitkan keputusan, permohonan PKP dianggap dikabulkan dan Kepala KPP menerbitkan surat keputusan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.