Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

29 July 2025

Tukang Parkir Perlu Melaporkan Penghasilannya atau Tidak?

Hero

Sumber: Freepik

Parkir merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan kita sehari-hari sebagai pengguna kendaraan pribadi. Dari bekerja, berbelanja, berwisata, berkunjung ke restoran, dan lain sebagainya. Namun, keberadaan tukang parkir liar sering kali menjadi masalah yang mengganggu, baik bagi pemilik kendaraan maupun pelaku usaha. Bukan hanya soal tarif yang tidak jelas, tetapi juga dampaknya pada kelancaran bisnis dan keamanan lahan parkir. Banyak pelaku usaha merasakan langsung dampak negatif dari kehadiran tukang parkir liar, yang menyebabkan berkurangnya minat pengunjung karena mereka enggan membayar biaya parkir yang tidak resmi.

 

Dalam konteks perpajakan, bagaimana penghasilan yang diterima oleh tukang parkir dari memarkirkan kendaraan? Apakah penghasilannya perlu dilaporkan?

Berikut hal yang perlu diperhatikan:

  1. Setiap penghasilan adalah objek pajak: sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh pasal 4 Ayat (1)), setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, adalah objek pajak. Uang parkir yang diterima oleh tukang parkir jelas termasuk dalam definisi penghasilan ini.
  2. Kewajiban mendaftarkan diri (memiliki NPWP): jika penghasilan tukang parkir dalam setahun telah melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau jika ia menjalankan usaha/pekerjaan bebas, ia memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
  3. Metode penghitungan PPh:
    • Orang pribadi pekerja bebas: tukang parkir dapat digolongkan sebagai pekerja bebas atau orang pribadi yang menjalankan usaha. Untuk mereka, penghitungan PPh dapat dilakukan dengan beberapa cara:
      • Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN): jika omzet bruto dalam setahun tidak melebihi Rp4,8 miliar, tukang parkir dapat memilih menggunakan NPPN. Ia hanya perlu menghitung penghasilan neto berdasarkan persentase tertentu dari peredaran bruto (omzet). Persentase NPPN untuk usaha parkir biasanya ditetapkan oleh DJP. Setelah itu, penghasilan neto ini dikurangi PTKP untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak.
      • Pembukuan: jika omzetnya melebihi Rp4,8 miliar atau jika ia memilih untuk melakukan pembukuan, ia harus mencatat semua pemasukan dan pengeluaran secara terperinci untuk menghitung penghasilan neto.
      • PPh Final UMKM (PP 23 Tahun 2018): jika tukang parkir adalah pengusaha UMKM dengan omzet bruto tidak melebihi Rp500 juta dalam setahun (setelah tidak melewati batas omzet Rp 500 juta, maka dikenakan tarif normal), ia dapat dikenakan PPh Final dengan tarif 0,5% dari omzet bruto. Ini adalah metode yang sangat sederhana dan seringkali menguntungkan bagi usaha kecil.
    • Karyawan: jika tukang parkir bekerja di bawah suatu badan usaha atau perusahaan yang mengelola parkir dan ia menerima gaji/upah, maka ia adalah karyawan. Dalam hal ini, perusahaan pengelola parkir yang akan memotong PPh Pasal 21 atas gajinya.
  4. Kewajiban pelaporan SPT Tahunan: terlepas dari metode penghitungannya, setiap Wajib Pajak yang memiliki NPWP dan memenuhi kriteria tertentu (misalnya penghasilan di atas PTKP) wajib melaporkan penghasilannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi.

 

Kesimpulan:

Secara hukum perpajakan, tukang parkir perlu melaporkan penghasilannya dari uang parkir dan membayar pajak jika penghasilannya sudah di atas batas PTKP. Cara pelaporan dan pembayaran pajaknya akan tergantung pada statusnya (pekerja bebas/pengusaha UMKM atau karyawan) dan besaran omzet/penghasilan yang diperoleh. Penting bagi tukang parkir untuk memahami kewajiban perpajakannya agar terhindar dari sanksi di kemudian hari, meskipun dalam praktiknya, implementasi pemungutan pajak dari sektor informal semacam ini seringkali memiliki tantangan tersendiri bagi otoritas pajak.