Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

30 June 2025

Transfer Pricing dan PMK 172: Memahami Aturan Main Transaksi Grup Perusahaan

Hero

Sumber: Freepik

Dalam era ekonomi global, banyak perusahaan beroperasi dalam struktur grup yang memiliki anak perusahaan di berbagai negara. Transaksi yang terjadi antar perusahaan dalam satu grup, yang sering disebut transaksi afiliasi, memerlukan perhatian khusus, terutama dari sisi perpajakan. Praktik penentuan harga dalam transaksi afiliasi inilah yang dikenal sebagai transfer pricing.

Tanpa regulasi yang ketat, transfer pricing dapat disalahgunakan untuk menggeser laba dari yurisdiksi dengan tarif pajak tinggi ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah, sehingga mengurangi total beban pajak grup. Untuk mencegah praktik penghindaran pajak semacam ini, otoritas pajak di seluruh dunia, termasuk Indonesia, menerapkan aturan ketat. Di Indonesia, salah satu peraturan kunci yang menjadi landasan adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.03/2023 (PMK 172) tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa.

Apa itu Transfer Pricing?
Secara sederhana, transfer pricing adalah penentuan harga barang, jasa, atau kekayaan tak berwujud yang diperjualbelikan antar entitas yang memiliki hubungan istimewa atau afiliasi. Hubungan istimewa ini bisa berbentuk kepemilikan saham, manajemen, atau hubungan keluarga.

Contoh: sebuah perusahaan induk di negara A menjual bahan baku kepada anak perusahaannya di negara B. Harga jual bahan baku tersebut adalah transfer price. Jika harga ini tidak wajar (misalnya terlalu tinggi), laba anak perusahaan di negara B akan tergerus dan keuntungan akan terkonsentrasi di perusahaan induk di negara A.

Mengapa PMK 172 Penting dalam Transfer Pricing?
PMK 172 adalah peraturan yang sangat penting karena menjadi panduan komprehensif bagi Wajib Pajak dan otoritas pajak di Indonesia dalam menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) atau yang dikenal secara internasional sebagai Arm's Length Principle. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi antara pihak-pihak yang berelasi istimewa seharusnya dilakukan seolah-olah transaksi tersebut dilakukan antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa (independen) dalam kondisi yang sebanding.

PMK 172 hadir untuk menggantikan PMK sebelumnya (PMK 213/PMK.03/2016) dan membawa beberapa penyesuaian serta penegasan yang relevan dengan perkembangan ekonomi dan praktik perpajakan internasional.

Pilar Utama PMK 172 dalam Pengaturan Transfer Pricing
PMK 172 mengatur berbagai aspek penting terkait transfer pricing, antara lain:
1.    Ruang lingkup hubungan istimewa: PMK ini mendefinisikan secara jelas kriteria hubungan istimewa, termasuk kepemilikan modal, pengendalian, dan hubungan keluarga, yang akan menentukan apakah suatu transaksi perlu diuji kewajarannya.
2.    Penerapan PKKU: 
o    Metode Penentuan Harga Transfer: PMK 172 menegaskan kembali 5 (lima) metode PKKU yang umum digunakan, yaitu:
    Comparable Uncontrolled Price (CUP)/Metode Harga Pasar Sebanding
    Resale Price Method (RPM)/Metode Harga Jual Kembali
    Cost Plus Method (CPM)/Metode Biaya Plus
    Transactional Net Margin Method (TNMM)/Metode Laba Bersih Transaksi
    Profit Split Method (PSM)/Metode Pembagian Laba
o    Wajib Pajak diwajibkan memilih metode yang paling sesuai (most appropriate method) berdasarkan analisis fungsional (functional analysis) dari setiap transaksi.
3.    Analisis Kesebandingan (Comparability Analysis): PMK ini memberikan panduan lebih rinci mengenai bagaimana melakukan analisis kesebandingan untuk menemukan pembanding independen yang relevan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan meliputi karakteristik barang/jasa, analisis fungsional (fungsi, aset, risiko), kondisi ekonomi, dan karakteristik bisnis.
4.    Dokumentasi Transfer Pricing (TP Doc): PMK 172 menekankan pentingnya penyusunan dan pemeliharaan TP Doc yang komprehensif. TP Doc terdiri dari: 
o    Dokumen Induk (Master File): memberikan gambaran umum mengenai grup usaha secara global.
o    Dokumen Lokal (Local File): merinci transaksi afiliasi Wajib Pajak di Indonesia.
o    Laporan per Negara (Country-by-Country Report/CbCR): Untuk grup usaha multinasional tertentu. TP Doc ini wajib disusun dan tersedia pada saat Wajib Pajak mengajukan SPT Tahunan, dan harus disampaikan jika diminta oleh DJP.
5.    Penyesuaian koreksi (Corresponding Adjustment): jika DJP melakukan koreksi atas harga transfer Wajib Pajak, PMK ini mengatur mekanisme penyesuaian koreksi, termasuk kemungkinan dilakukannya corresponding adjustment oleh negara mitra untuk menghindari pajak berganda.
6.    Penentuan Harga Transfer Lanjutan (Advance Pricing Agreement/APA): PMK 172 mendorong Wajib Pajak untuk memanfaatkan mekanisme APA. APA adalah kesepakatan tertulis antara Wajib Pajak dan DJP (atau dengan otoritas pajak negara lain dalam APA bilateral/multilateral) mengenai metode penentuan harga transfer yang akan digunakan untuk transaksi afiliasi tertentu di masa depan. APA dapat memberikan kepastian hukum dan mengurangi risiko sengketa di kemudian hari.
7.    Penyelesaian sengketa: PMK ini juga memuat ketentuan terkait penyelesaian sengketa transfer pricing, termasuk prosedur keberatan dan banding.

Mengapa Wajib Pajak Perlu Mematuhi PMK 172?
Kepatuhan terhadap PMK 172 bukan sekadar formalitas, melainkan keharusan untuk:
•    Menghindari koreksi pajak dan sanksi: DJP memiliki wewenang untuk melakukan koreksi atas harga transfer jika dinilai tidak sesuai PKKU. Koreksi ini dapat menyebabkan kekurangan pembayaran pajak beserta sanksi administrasi berupa bunga dan denda yang signifikan.
•    Mencegah sengketa pajak: dokumentasi yang lengkap dan sesuai dengan PMK 172 dapat menjadi bukti kuat yang mendukung posisi Wajib Pajak di hadapan pemeriksa pajak, sehingga mengurangi potensi sengketa.
•    Memperoleh kepastian hukum: dengan mengikuti ketentuan PMK 172, terutama melalui mekanisme APA, Wajib Pajak dapat memperoleh kepastian hukum terkait perlakuan perpajakan transaksi afiliasinya.
•    Menjaga reputasi perusahaan: kepatuhan pajak, termasuk dalam hal transfer pricing, mencerminkan tata kelola perusahaan yang baik dan dapat menjaga reputasi perusahaan di mata investor dan publik.

Kesimpulan
Transfer pricing adalah area perpajakan yang kompleks dan menjadi fokus utama otoritas pajak di seluruh dunia. PMK 172 adalah instrumen penting di Indonesia untuk memastikan bahwa transaksi afiliasi dilakukan secara wajar dan tidak digunakan sebagai sarana penghindaran pajak. Bagi perusahaan yang memiliki transaksi afiliasi, pemahaman mendalam dan kepatuhan terhadap PMK ini adalah kunci untuk meminimalkan risiko perpajakan dan menjaga kepatuhan fiskal yang optimal. Mengingat kompleksitasnya, konsultasi dengan konsultan pajak yang ahli di bidang transfer pricing sangat dianjurkan untuk memastikan implementasi yang benar dan strategis.