Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

02 September 2025

Shadow Economy dan Pencegahannya

Hero

Sumber: Freepik

Pemerintah menegaskan komitmennya memperkuat penegakan hukum dan reformasi administrasi perpajakan guna menekan aktivitas ekonomi bayangan (shadow economy) yang selama ini menggerus potensi penerimaan negara. Langkah tersebut menjadi bagian dari strategi untuk mencapai target penerimaan pajak 2026 yang ditetapkan tumbuh 13,5 persen.

 

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah mencatat setidaknya terdapat empat sektor yang memiliki tingkat shadow economy cukup tinggi. Keempat sektor tersebut meliputi perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan. Otoritas fiskal berkomitmen memperketat pengawasan terhadap sektor-sektor tersebut karena dinilai rawan praktik ekonomi ilegal yang kerap lolos dari sistem perpajakan formal.

 

Shadow economy dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara resmi dalam sistem statistik nasional atau tidak dilaporkan kepada otoritas berwenang (misalnya kantor pajak, badan statistik, atau pemerintah). Dengan kata lain, ini adalah kegiatan ekonomi ilegal atau informal yang menghasilkan barang dan jasa, tetapi tidak tercatat dalam PDB resmi maupun sistem perpajakan. Dampaknya adalah mengurangi penerimaan negara dari pajak, menciptakan ketidakadilan persaingan usaha, dan menyulitkan perumusan kebijakan ekonomi.

 

Ciri-ciri shadow economy adalah tidak membayar pajak atau pungutan resmi, tidak tercatat dalam laporan keuangan formal, dan sulit diukur karena sifatnya tersembunyi. Kegiatan shadow economy tampak pada perdagangan tanpa faktur (transaksi tunai tidak dilaporkan), pekerja informal tanpa kontrak kerja (misalnya buruh harian lepas), penyelundupan dan perdagangan barang ilegal, serta usaha kecil tanpa izin usaha atau tidak tercatat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa shadow economy masih menjadi tantangan besar dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Aktivitas ilegal ini, menurutnya, tidak hanya mengurangi penerimaan, tetapi juga menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku usaha yang taat pajak.

 

“Untuk shadow economy, sebetulnya di dalam perekonomian kita, kita akan terus melakukan compliance enforcement plan baik untuk sektor formal maupun informal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta. Sejalan dengan itu, pemerintah juga menyiapkan reformasi administrasi perpajakan berbasis digital, mulai dari integrasi data transaksi hingga pemanfaatan teknologi data analytics untuk mempersempit ruang gerak aktivitas ekonomi ilegal.

 

Kebijakan ini diharapkan mampu mengoptimalkan penerimaan negara, sekaligus menciptakan level playing field yang adil bagi seluruh pelaku usaha. Dengan target penerimaan pajak 2026 sebesar Rp2.576 triliun, strategi pemberantasan shadow economy dipandang sebagai langkah krusial dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan.