PPh Pasal 25 vs PPh Pasal 29

Sumber: tim enforcea
Salah satu kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak adalah melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Wajib Pajak yang melakukan pelaporan SPT Tahunan akan menerima pemberitahuan terkait apakah laporan tersebut berstatus nihil, kurang bayar (KB), atau lebih bayar (LB).
Perhitungan PPh KB ataupun LB diperoleh dengan cara mengurangkan PPh terutang dengan seluruh kredit pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak, baik kredit pajak pada tahun pajak berjalan (PPh Pasal 25) ataupun kredit pajak dalam bentuk pemotongan/pemungutan pihak ketiga (PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, dan PPh Pasal 26 yang bersifat tidak final).
Status PPh Lebih Bayar
Berdasarkan UU PPh Pasal 28A, PPh lebih bayar terjadi apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak. Maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya. Selain itu, Wajib Pajak juga dapat memilih untuk mengkompensasikannya dengan utang pajak tahun berikutnya.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17B Ayat (1) UU KUP, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk berwenang untuk mengadakan pemeriksaan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak. Hal-hal yang harus menjadi pertimbangan sebelum dilakukan pengembalian atau perhitungan kelebihan pajak adalah:
- kebenaran materiil tentang besarnya PPh yang terutang;
- keabsahan bukti-bukti pungutan dan bukti-bukti potongan pajak serta bukti pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri selama dan untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Oleh karena itu, untuk kepentingan pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat lain yang ditunjuk diberi wewenang untuk mengadakan pemeriksaan atas laporan keuangan, buku-buku, dan catatan lainnya serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penentuan besarnya PPh yang terutang, kebenaran jumlah pajak dan jumlah pajak yang telah dikreditkan untuk menentukan besarnya kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan. Maksud pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa uang yang akan dibayar kembali kepada Wajib Pajak sebagai restitusi itu adalah benar merupakan hak Wajib Pajak.
PPh Kurang Bayar
Berdasarkan UU PPh Pasal 29, apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak, maka kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan. Ketentuan ini mewajibkan Wajib Pajak untuk melunasi kekurangan pembayaran pajak yang terutang sebelum SPT Tahunan disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat tanggal 31 Maret bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak badan setelah tahun pajak berakhir, sedangkan apabila tahun buku tidak sama dengan tahun kalender, misalnya dimulai tanggal 1 Juli sampai dengan 30 Juni, kekurangan pajak wajib dilunasi paling lambat tanggal 30 September bagi Wajib Pajak orang pribadi atau 31 Oktober bagi Wajib Pajak badan.
Adapun perhitungan untuk tarif PPh Pasal 29 adalah PPh Terutang dikurangi angsuran PPh Pasal 25 (PPh Pasal 29 =PPh terutang - angsuran PPh Pasal 25).
Perlu diketahui bahwa PPh Pasal 29 dan PPh Pasal 25 itu berbeda. Jika dilihat pada rumus di atas, PPh Pasal 25 justru menjadi faktor yang mengurangi PPh Pasal 29. Masih banyak masyarakat yang sering terjebak di sini. Padahal, untuk membedakannya sebenarnya cukup mudah.
PPh Pasal 29 kunci utamanya adalah pelunasan, maksudnya adalah PPh Pasal 29 merupakan kekurangan pajak (kekurangan bayar pajak setelah dikurangi pajak-pajak lainnya) yang terutang dan harus dibayarkan sebelum menyelesaikan pelaporan SPT Tahunan. Sedangkan, PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak setiap bulannya dan pada tahun berikutnya dapat digunakan Wajib Pajak sebagai pengurang pajak sebelum didapat angka PPh Pasal 29.