Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

09 May 2025

Perusahaan Rugi sebagai Pembanding: Terima atau Tolak?

Hero

Sumber: Freepik

Analisis transfer pricing dilakukan dengan membandingkan transaksi afiliasi dengan transaksi independen. Analisis ini biasanya dilakukan dengan menguji apakah harga atau laba dari transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa berada dalam rentang harga atau laba dari transaksi antara pihak independen, atau yang biasa disebut rentang kewajaran. Oleh karena itu, peran pemilihan transaksi independen atau pembanding ini menjadi hal yang sangat krusial.

 

Paragraf 1.6 OECD Transfer Pricing Guidelines bahkan menyebut analisis kesebandingan sebagai jantung dari penerapan Arm’s Length Principle. Pemilihan pembanding harus dilakukan secara cermat sehingga pembanding yang digunakan dapat menghasilkan rentang kewajaran yang akurat atau paling mendekati dalam merepresentasikan kondisi pada transaksi antara pihak independen.

 

Pada praktiknya pembanding yang digunakan menjadi salah satu objek sengketa antara Wajib Pajak dan otoritas pajak yang sangat sering ditemui di Indonesia maupun negara-negara lainnya. Salah satu isu pemilihan pembanding adalah terkait perusahaan yang memiliki marjin laba negatif, atau dengan kata lain rugi, sebagai pembanding. Isu loss making comparables ini khususnya, marak dibicarakan di era resesi ekonomi dimana banyak perusahaan mengalami kerugian.

 

Umumnya otoritas pajak menolak penggunaan perusahaan-perusahaan yang mengalami kerugian ini sebagai pembanding yang menyebabkan rentang kewajaran meningkat. Sebaliknya penggunaan perusahaan rugi sebagai pembanding ini relatif ‘menguntungkan’ bagi perusahaan yang diuji karena dapat menghasilkan rentang kewajaran yang lebih luas.

 

Alasan penolakan perusahaan rugi (loss making company) sebagai pembanding yang biasa digunakan otoritas pajak adalah bahwa perusahaan yang mengalami kerugian tidak beroperasi pada kondisi normal. Namun demikian, argumen tersebut tidak sejalan dengan realita pada dunia bisnis. Perusahaan independen juga bisa mengalami kerugian atau memilih untuk rugi.

 

Situasi tersebut bisa disebabkan strategi penetrasi pasar, kompetisi yang tinggi, peningkatan biaya yang belum bisa terserap ke harga produk, dan sebagainya. Kerugian pada suatu tahun nyatanya tidak semata-mata menyebabkan seorang pengusaha langsung menutup usahanya. Selain itu, dengan alasan yang sama, seharusnya perusahaan yang mendapatkan superprofit juga ditolak sebagai pembanding. Akan tetapi yang sering terjadi adalah otoritas pajak menerima superprofit company dan menolak loss making company sebagai pembanding. Lalu apa perlakuan yang sesuai atas loss making company ini?

 

Topik loss making comparables sendiri telah diangkat pada OECD Transfer Pricing Guidelines dan United Nation Transfer Pricing Manual. Keduanya setuju bahwa loss making companies tidak bisa secara langsung ditolak sebagai pembanding hanya karena kerugian yang dialami, namun ulasan lebih dalam terhadap fakta dan kondisi harus dilakukan atas loss making companies ini (OECD Transfer Pricing Guidelines Paragraph 3.64, 2017). Posisi ini didukung oleh berbagai pakar transfer pricing yang juga berpendapat bahwa analisis lebih lanjut terhadap loss making companies diperlukan untuk menentukan apakah perusahaan tersebut dapat diterima sebagai pembanding atau tidak.

 

Analisis lebih lanjut diperlukan karena, pada prinsipnya, analisis transfer pricing menitikberatkan pada kesebandingan antara pihak yang diuji (tested party) dengan perusahaan pembanding. Kesebandingan tested party dan pembanding ini dinilai berdasarkan 5 faktor kesebandingan (karakteristik barang dan jasa, fungsi yang dilakukan, ketentuan kontrak, keadaan ekonomi, dan strategi bisnis) dan bukan berdasarkan kinerja keuangan (OECD Transfer Pricing Guidelines Paragraph 3.64, 2017). Atas dasar alasan ini berarti loss making comparables juga dapat digunakan untuk pengujian tested party yang rugi maupun yang untung.

 

Belum ada panduan yang komprehensif dalam penentuan diterima atau ditolaknya loss making companies sebagai pembanding. Pada praktiknya penentuan hal tersebut memerlukan analisis case-by-case dan sangat bervariasi antar praktisi. Paragraf 3.65 OECD Transfer Pricing Guidelines menguraikan 2 kondisi yang dapat menyebabkan suatu loss making company ditolak sebagai pembanding sebagai berikut:

  1. Kerugian menggambarkan kondisi bisnis abnormal

Sebagai contoh adalah suatu perusahaan yang berada dalam siklus “decline”. Perusahaan menuju kebangkrutan tentu memiliki prilaku yang berbeda sehingga tidak bisa dibandingkan dengan perusahaan yang beroperasi dengan asumsi “going concern”.

 

  1. Kerugian  mencerminkan level resiko yang tidak sebanding

Sebagai contoh, apabila tested party adalah low-risk distributor, penggunaan loss making company biasanya dianggap tidak sesuai karena loss making company tersebut diindikasi menanggung resiko yang lebih tinggi. Namun demikian, analisis atas fakta dan kondisi lebih lanjut dapat dilakukan untuk mengetahui alasan kerugian tersebut. Terkait dengan hal ini, perlu dicatat bahwa analisis lebih dalam terhadap superprofit company sebagai pembanding juga harus dilakukan karena hal ini mengindikasikan perbedaan resiko yang ditanggung antara  superprofit company dan tested party.

 

Selanjutnya, kesulitan dalam menentukan jumlah tahun rugi yang dapat diterima untuk suatu loss making company sebagai pembanding pun kerap ditemui. Umumnya kerugian dalam satu tahun dalam analisis multiple years masih dapat diterima.

 

Namun bagaimana jika kerugian tersebut terjadi lebih dari satu tahun?

 

Pada kasus-kasus di pengadilan pajak India, keputusan hakim dapat berbeda. Kondisi rugi selama 3 tahun ada yang diterima, tetapi ada juga kasus yang memerlukan analisis fakta dan kondisi untuk menentukan apakah jumlah tahun kerugian mencerminkan kondisi bisnis abnormal atau level resiko yang berbeda. Sedangkan otoritas pajak di Australia, cenderung menolak pembanding yang mengalami kerugian lebih dari 1 tahun berturut-turut (Heath and Balkus, 2018).