Perbedaan PPh Pasal 21 Ditanggung dan Ditunjang Perusahaan setelah Berlakunya PMK 168 dan PMK 66

Sumber: Freepik
Perbedaan PPh Pasal 21 Ditanggung dan Ditunjang Perusahaan
PPh Pasal 21 Ditanggung Perusahaan (Nett)
Metode nett adalah cara hitung PPh Pasal 21 tanpa mengurangi penghasilan karyawan. Metode ini digunakan untuk perusahaan yang memiliki kebijakan menanggung sepenuhnya PPh Pasal 21 karyawan. Tanggungan PPh Pasal 21 karyawan tetap dihitung setiap bulan, tetapi tidak dikurangkan dari gaji karyawan, sehingga yang bersangkutan menerima gaji bersih (nett) tanpa potongan PPh Pasal 21. PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan menguntungkan, namun, PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan tidak dapat dibiayakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Dengan demikian, atas biaya tersebut harus dikoreksi fiskal.
PPh Pasal 21 Ditunjang Perusahaan (Gross-Up)
Gross up digunakan apabila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 karyawan, dengan memberikan tambahan penghasilan sebesar PPh Pasal 21 yang akan dipotong. Dalam hal ini, karyawan tidak membayar PPh Pasal 21 yang terutang, tetapi PPh Pasal 21 tersebut ditunjang oleh perusahaan. Tunjangan PPh Pasal 21 merupakan objek PPh yang harus dimasukkan ke dalam perhitungan PPh Pasal 21 karyawan. Bagi perusahaan, tunjangan PPh Pasal 21 tersebut merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Setelah berlakunya PMK 168 Tahun 2023 dan PMK 66 Tahun 2023
Tidak ada pasal atau ayat di PMK yang spesifik menyebut bahwa PPh Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja merupakan objek pajak. Namun, di peraturan mengenai pajak atas natura, PPh yang ditanggung perusahaan (nett) tidak termasuk natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh di Pasal 4 PMK 66 Tahun 2023. Jadi, dapat disimpulkan bahwa PPh ditanggung perusahaan secara implisit termasuk kenikmatan yang dikenakan pajak. Artinya, perlakuan terhadap PPh Pasal 21 “ditanggung” dan “ditunjang” perusahaan menjadi sama, sehingga subsidi pajak pada metode nett harus ditambahkan ke penghasilan bruto seperti halnya tunjangan pajak pada metode gross up untuk kemudian dikenakan tarif PPh Pasal 21.
Dengan diterbitkannya PMK 168 dan PMK 66, metode nett tidak bisa diterapkan karena PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan dalam metode nett merupakan natura dan natura merupakan objek pajak, sehingga PPh Pasal 21 ditunjang perusahaan harus ditambahkan dalam penghasilan bruto. Berdasarkan ketentuan ini, perhitungan PPh Pasal 21 hanya bisa menggunakan metode gross dan gross up saja.
Dampak penting dari PMK 66 ini adalah fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja menjadi salah satu bentuk kenikmatan yang merupakan objek pajak. Pemberi kerja dapat membiayakan fasilitas PPh Pasal 21 yang ditanggung tersebut. Perlakuan ini menjadi sama dengan skema fasilitas PPh Pasal 21 ditunjang pemberi kerja yaitu fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung/ditunjang bagi pegawai merupakan penghasilan. Sehingga, tidak ada lagi dikotomi antara PPh Pasal 21 yang ditanggung pemberi kerja dan PPh Pasal 21 yang ditunjang pemberi kerja.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung dan Ditunjang “Dapat merujuk pada lampiran I.4 dan I.5 PMK-168 Tahun 2023”
Contoh Simulasi Perhitungan PPh Pasal 21 Ditanggung/Ditunjang Perusahaan
Tuan G bekerja sebagai Pegawai Tetap pada PT T. Tuan G berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Pada bulan Agustus 2024, Tuan G menerima gaji sebesar Rp51.827.997. Kebijakan perusahaan pada PT T adalah menanggung PPh Pasal 21 seluruh karyawannya.
PPh Pasal 21 atas gaji Tuan G yang ditanggung oleh PT T merupakan penggantian dalam bentuk kenikmatan bagi Tuan G dalam Masa Pajak yang bersangkutan dan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21. Dalam hal besarnya penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Tuan G pada Masa Pajak bersangkutan dihitung secara full gross up.
Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0), besarnya PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan G pada bulan Agustus 2024, dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A dengan tarif sebesar 19%.
Tunjangan PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto sebelum ditambah tunjangan PPh Pasal 21 x 19/(100-19)
Tunjangan PPh Pasal 21 = Rp51.827.997,00 x 19/81
Tunjangan PPh Pasal 21 = Rp12.157.184
Berdasarkan perhitungan di atas, maka total penghasilan bruto Tuan G di Bulan Agustus 2024 adalah Rp63.985.181 (Rp51.827.997+Rp12.157.184). Namun, total penghasilan bruto Rp63.985.181 tersebut melebihi batas atas TER A, yakni Rp56.300.000. Dengan demikian, Tuan G harus menggunakan tarif TER A sebesar 21% dengan lapisan penghasilan bruto di atas Rp62.200.000-Rp68.600.000.
Sehingga penghitungan PPh Pasal 21 ditunjang perusahaan menjadi:
Tunjangan PPh Pasal 21 = Penghasilan Bruto sebelum ditambah tunjangan PPh Pasal 21 x 21/(100-21)
Tunjangan PPh Pasal 21 = Rp51.827.997,00 x 21/79
Tunjangan PPh Pasal 21 = 13.777.062
Penghasilan bruto Tuan G bulan Agustus 2024 adalah Rp65.605.059 (Rp51.827.997+Rp13.777.062). Dengan demikian, penghitungan PPh Pasal 21 bulan Agustus adalah:
PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x TER Bulanan
PPh Pasal 21 = Rp65.605.059 x 21%
PPh Pasal 21 = Rp13.777.062
Maka jumlah take home pay Tuan G bulan Agustus 2024 adalah utuh Rp51.827.997. Sedangkan PPh Pasal 21 terutang Tuan G sebesar Rp13.777.062 akan menjadi biaya perusahaan sebagai biaya tunjangan PPh Pasal 21 karyawan yang dapat diakui secara fiskal sebagai pengurang penghasilan bruto bagi perusahaan.