Penyidikan = Pemeriksaan “Next Level”

Sumber: Freepik
Kata “penyidikan” bagi sebagian orang pasti menjadi semacam momok. Akan langsung terbayang suatu proses pemeriksaan yang ‘next level’ menakutkan. Pada tanggal 25 Februari 2025, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2025 (PMK 17/2025) mengenai Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Walaupun kebanyakan ketentuan ketentuan dalam PMK itu sudah diatur dalam beberapa ketentuan terdahulu, misalnya KUP, Peraturan Pemerintah Nomor 50 (PP 50), PMK 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara (PMK 55), dan Surat Edaran DJP Nomor SE 06/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, namun PMK 17/2025 menjelaskan lebih rinci prosedur dan ketentuan baru khususnya mengenai jangka waktu untuk beberapa proses penyelidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Detil prosedur yang diatur dalam PMK 17/2025 meliputi aktivitas berikut:
- Pemanggilan;
- Pemeriksaan;
- Penangkapan;
- Penahanan;
- Penggeledahan;
- Pemblokiran dan/atau Penyitaan;
- Penanganan Data Elektronik;
- Pencegahan;
- Penetapan Tersangka;
- Pemberkasan;
- Penyerahan berkas perkara;
- Penyerahan tanggung jawab atas Tersangka dan barang bukti; and/or
- Penghentian Penyidikan.
Beberapa perubahan ketentuan prosedur adalah sebagai berikut:
- Penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan diterbitkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Sprindik diterbitkan berdasarkan Laporan Kejadian. Sprindik kemudian akan menjadi dasar penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). PMK 17/2025 mengatur bahwa SPDP harus dikirimkan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan pihak yang dilaporkan/tersangka tidak lebih dari 7 (tujuh) hari setelah penerbitan sprindik.
- Pemblokiran
Pemblokiran dapat dilakukan oleh dapat dilakukan oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian atau jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara dengan menyampaikan permintaan Pemblokiran Harta Kekayaan kepada Badan Pertanahan Nasional, bank, Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi lain yang mengelola administrasi data Harta Kekayaan (disebut pihak yang berhak). PMK 17/2025 juga mengatur bahwa dalam hal sudah tidak diperlukan Pemblokiran, Penyidik dapat meminta pihak yang berwenang untuk melakukan pembukaan blokir atas Harta Kekayaan dengan menyampaikan permintaan pembukaan blokir.
- Pencegahan
Pencegahan dilakukan untuk kepentingan Penyidikan berdasarkan keputusan Pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri untuk tersangka/saksi diindikasikan akan meninggalkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau diragukan iktikad baiknya dalam proses Penyidikan. Jangka waktu Pencegahan berlaku paling lama 6 (enam) bulan. Keputusan Pencegahan disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang imigrasi dan pemasyarakatan paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal penerbitan keputusan dengan permintaan untuk dilaksanakan; dan diberikan kepada tersangka/saksi paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penerbitan keputusan. PMK 17/2025 juga menetapkan bahwa dalam keadaan mendesak, Menteri Keuangan (Menkeu) dapat meminta tindakan pencegahan langsung kepada pejabat imigrasi di direktorat yang berwenang melakukan Pencegahan, atau di pos pemeriksaan imigrasi, sebelum diterbitkannya Surat Keputusan Pencegahan. Menkeu tetap wajib menyampaikan Surat Keputusan Pencegahan tersebut kepada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal permintaan pencegahan mendesak dilakukan. Apabila tidak disampaikan dalam jangka waktu tersebut, maka pencegahan mendesak tersebut dinyatakan berakhir dan tidak dapat diajukan kembali. Dinyatakan bahwa Menkeu dapat menerbitkan Surat Keputusan untuk memperpanjang atau mencabut pencegahan dengan batas waktu sebagai berikut:
- Penyampaian kepada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan–paling lambat tiga hari sebelum berakhirnya masa pencegahan awal (untuk perpanjangan) atau sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Pencabutan (untuk pencabutan); dan
- Penyampaian kepada Tersangka/Saksi (termasuk kepada keluarga dan perwakilan negara mereka)–paling lambat tujuh hari sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Perpanjangan atau Pencabutan.
Pencegahan dapat diperpanjang satu kali dengan jangka waktu maksimal 6 (enam) bulan.
- Penetapan Tersangka
PMK 17/2025 menetapkan bahwa penetapan seseorang sebagai Tersangka harus diberitahukan kepada Jaksa Penuntut Umum (melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia) dan kepada Tersangka itu sendiri paling lambat tujuh hari setelah tanggal penetapan sebagai Tersangka.
- Penyerahan Berkas Perkara
Dalam hal berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum, PMK 17/2025 menetapkan bahwa Penyidik wajib memberitahukan kepada Tersangka mengenai perkembangan penanganan perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 38, Pasal 39, dan/atau Pasal 39A Undang-Undang KUP, paling lambat tujuh hari setelah menerima pemberitahuan bahwa berkas perkara dinyatakan lengkap.
- Penghentian Penyidikan
Dalam hal Penyidikan dihentikan, namun masih terdapat barang bukti atau harta kekayaan yang telah disita (kecuali penghentian disebabkan karena Tersangka meninggal dunia), PMK 17/2025 menetapkan bahwa Penyidik wajib mengembalikan barang bukti atau harta kekayaan yang disita tersebut kepada:
- pihak yang dilakukan penyitaan;
- pihak yang berhak; atau
- pihak yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan.
- Jumlah yang Harus Dibayarkan untuk Penghentian Penyidikan
Untuk menentukan jumlah yang harus dilunasi agar penyidikan dapat dihentikan, Wajib Pajak/Tersangka wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan DJP wajib memberikan tanggapan tertulis paling lambat satu bulan sejak tanggal permohonan diterima. Apabila tanggapan tersebut belum mencantumkan jumlah yang harus dilunasi, DJP akan memberikan informasi tertulis mengenai jumlah yang harus dibayar setelah bukti yang cukup diperoleh. Jika Wajib Pajak/Tersangka hanya membayar sebagian dari jumlah yang harus dilunasi, PMK 17/2025 menetapkan bahwa penyidikan tetap dilanjutkan, dan jumlah yang telah dibayarkan dapat diperlakukan sebagai:
- bagian dari pembayaran pada saat penyerahan tanggung jawab Tersangka dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum atau pada saat perkara pidana diserahkan ke pengadilan; atau
- pembayaran denda pidana.
PMK 17/2025 juga menetapkan bahwa apabila suatu Tindak Pidana dilakukan oleh lebih dari satu Wajib Pajak/Tersangka, maka jumlah yang harus dibayarkan oleh masing-masing dihitung secara proporsional, dengan mempertimbangkan:
- kontribusi terhadap kerugian yang ditimbulkan berdasarkan bukti yang ditemukan;
- manfaat yang diterima oleh Wajib Pajak/Tersangka;
- tingkat kesalahan dan tindakan yang dilakukan; dan/atau
- pertimbangan lain yang dapat menggambarkan peran Wajib Pajak/Tersangka dalam tindak pidana tersebut.
Setiap Tersangka berhak mengajukan permohonan penghentian penyidikan beserta pembayaran sesuai dengan porsi tanggung jawab masing-masing. PMK 17/2025 juga menetapkan bahwa apabila Wajib Pajak/Tersangka telah memperoleh informasi mengenai jumlah yang harus dibayarkan, namun:
- Wajib Pajak/Tersangka tidak atau belum melakukan pembayaran;
- DJP menolak permohonan penghentian penyidikan yang diajukan oleh Wajib Pajak/Tersangka; atau
- Jaksa Agung menolak permohonan penghentian penyidikan yang diajukan oleh Menteri Keuangan, dan berkas perkara telah dinyatakan lengkap,
maka tanggung jawab atas Tersangka dan barang bukti akan diserahkan oleh Penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum.
- Permintaan Informasi Mengenai Jumlah yang Harus Dibayarkan
PMK 17/2025 menetapkan bahwa apabila tanggung jawab atas Tersangka dan barang bukti telah diserahkan dari Penyidik kepada Jaksa Penuntut Umum atau perkara pidana telah diserahkan ke pengadilan, Tersangka/Terdakwa tetap dapat melunasi jumlah yang harus dibayarkan. Jika diperlukan, Jaksa Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan tertulis kepada DJP untuk memperoleh informasi mengenai jumlah yang harus dibayarkan. Informasi tersebut wajib diberikan oleh DJP (melalui Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum) paling lambat lima hari kerja sejak tanggal permintaan diterima oleh DJP.
- Ketentuan Peralihan
PMK 17/2025 memuat ketentuan peralihan yang menyatakan bahwa permintaan informasi mengenai jumlah yang harus dibayarkan untuk pengajuan permohonan penghentian penyidikan yang telah diajukan namun belum mendapatkan tanggapan hingga 25 Februari 2025, akan diberikan tanggapan paling lambat satu bulan sejak tanggal 25 Februari 2025.