Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan: Memahami Manfaat dan Aturan Mainnya

Sumber: Freepik
Penilaian kembali aktiva tetap, atau revaluasi aset, tidak hanya relevan untuk tujuan pelaporan keuangan semata. Dalam konteks perpajakan, revaluasi aset juga dapat menjadi strategi yang signifikan bagi perusahaan untuk mengoptimalkan kewajiban pajaknya. Namun, revaluasi untuk tujuan perpajakan memiliki aturan dan persyaratan khusus yang perlu dipahami secara mendalam.
Mengapa revaluasi aktiva tetap penting untuk tujuan perpajakan?
Tujuan utama perusahaan melakukan revaluasi aktiva tetap untuk kepentingan perpajakan adalah untuk meningkatkan dasar penyusutan fiskal. Dengan meningkatnya dasar penyusutan, beban penyusutan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan akan menjadi lebih besar, yang pada gilirannya dapat mengurangi penghasilan kena pajak dan PPh terutang.
Beberapa manfaat spesifik revaluasi aset dari sudut pandang perpajakan meliputi:
• Penghematan Pajak Penghasilan (PPh): ini adalah manfaat langsung. Dengan nilai buku aset yang direvaluasi menjadi lebih tinggi, penyusutan fiskal yang diakui akan meningkat. Peningkatan beban penyusutan ini akan mengurangi laba kena pajak, sehingga PPh badan yang harus dibayar perusahaan menjadi lebih kecil di tahun-tahun mendatang.
• Peningkatan kemampuan likuiditas: penghematan PPh dapat meningkatkan arus kas perusahaan, yang dapat digunakan untuk investasi kembali, pengembangan bisnis, atau penguatan likuiditas.
• Peningkatan daya saing: dengan beban pajak yang lebih efisien, perusahaan dapat mengalokasikan sumber daya lebih baik untuk inovasi atau ekspansi.
Aturan Revaluasi Aktiva Tetap untuk Perpajakan di Indonesia
Ketentuan mengenai penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008. Secara umum, ketentuan mengenai revaluasi aktiva tetap adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak yang berhak: perusahaan yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali, termasuk WPDN dan BUT.
2. Jenis aktiva tetap yang dapat direvaluasi: umumnya yang diizinkan adalah aktiva tetap berwujud milik perusahaan dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan, seperti tanah, juga dapat direvaluasi namun tidak akan menghasilkan manfaat penyusutan fiskal.
3. Dasar penilaian: penilaian harus dilakukan oleh penilai independen yang memiliki izin dari pemerintah dan sesuai dengan standar penilaian yang berlaku. Nilai hasil penilaian inilah yang akan menjadi dasar penyusutan fiskal yang baru.
4. PPh atas selisih revaluasi: selisih lebih hasil revaluasi di atas nilai buku fiskal semula dikenakan PPh Final dengan tarif tertentu (misalnya, 10%). Pajak ini harus disetor oleh perusahaan.
5. Perlakuan penyusutan setelah revaluasi: Setelah revaluasi, dasar penyusutan aktiva tetap untuk tujuan fiskal adalah nilai revaluasi yang telah disetujui. Masa manfaat aktiva tetap yang direvaluasi adalah sisa masa manfaat berdasarkan kelompok aktiva tetap fiskal yang baru.
6. Kewajiban pelaporan: perusahaan wajib menyampaikan permohonan dan melaporkan hasil revaluasi kepada Direktorat Jenderal Pajak sesuai prosedur dan batas waktu yang ditentukan. Kegagalan mematuhi ketentuan ini dapat menyebabkan revaluasi tidak diakui untuk tujuan perpajakan.
7. Dampak lain: revaluasi aset juga dapat memengaruhi perhitungan cadangan kerugian piutang, beban bunga, atau aspek pajak lainnya yang terkait dengan nilai aset perusahaan.
Proses evaluasi Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan
Terakhir, ketentuan mengenai penilaian kembali aktiva tetap ini diatur dalam PER 8/PJ/2025. Ketentuan ini mengatur bahwa pemohonan persetujuan penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan kini dapat diajukan via coretax, melalui modul Layanan Wajib Pajak, menu Layanan Administrasi, dan submenu Buat Permohonan Layanan Administrasi. Adapun permohonan tersebut memiliki kode kategori sublayanan AS.10-01.
Revaluasi aktiva tetap bisa dilakukan sepanjang perusahaan telah memenuhi semua kewajiban pajak sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya (dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Fiskal). Berdasarkan Pasal 4 PER 8/PJ/2025, ada 3 syarat yang harus dipenuhi agar Wajib Pajak bisa memperoleh SKF:
1. telah menyampaikan: (i) SPT Tahunan PPh untuk 2 tahun pajak terakhir; (ii) SPT Masa PPN untuk 3 masa pajak terakhir;
2. tidak mempunyai utang pajak atau mempunyai utang pajak tetapi atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak; dan
3. tidak sedang dalam proses penanganan tindak pidana di bidang perpajakan.
Adapun dokumen yang perlu di siapkan untuk mengajukan permohonan persetujuan revaluasi aktiva tetap meliputi:
1. Salinan surat izin usaha perusahaan jasa penilai dan surat izin ahli penilai, yang di terbitkan pemerintah.
2. Laporan penilaian aktiva tetap perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah.
3. Daftar penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
4. Laporan keuangan tahun buku terakhir sebelum penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, yang telah di audit akuntan publik.
Jika dokumen telah lengkap maka sistem akan menerbitkan BPE, dan DJP harus memberikan keputusan maksimal 30 hari setelah BPE diterima dan menerbitkan surat keputusan persetujuan revaluasi aktiva tetap maksimal 3 hari kerja. Apabila lebih dari 30 hari belum mendapatkan jawaban, maka permohonan Wajib Pajak dianggap disetujui.
Selisih lebih revaluasi aktiva tetap diatas nilai sisa buku fiskal semula akan dikenakan PPh yang bersifat final dengan tarif 10%. Wajib Pajak harus membayar lunas PPh Final tersebut maksimal 15 hari setelah tanggal diterbitkannya surat keputusan persetujuan. Wajib Pajak juga harus melakukan penyesuaian catatan akuntansi dan mencatat nilai revaluasi sebagai dasar penyusutan fiskal yang baru, dan melaporkan dalam SPT Tahunan dengan menyertakan informasi terkait revaluasi aset dan penyusutan yang baru dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Pertimbangan Krusial Sebelum Melakukan Revaluasi Fiskal
Sebelum memutuskan untuk melakukan revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan, perusahaan harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
• Tarif PPh Final: meskipun akan mendapatkan penghematan PPh di masa depan, perusahaan harus mengeluarkan PPh Final di awal. Perlu dihitung apakah penghematan di masa depan lebih besar dari PPh Final yang dibayar.
• Biaya penilai: jasa penilai independen memiliki biaya yang signifikan.
• Prosedur dan administrasi: proses revaluasi dapat memakan waktu dan melibatkan prosedur administrasi yang kompleks.
• Perubahan aturan: peraturan perpajakan dapat berubah. Penting untuk selalu up-to-date dengan regulasi terbaru yang dikeluarkan pemerintah.
• Kondisi keuangan perusahaan: pastikan perusahaan memiliki likuiditas yang cukup untuk membayar PPh Final yang timbul.
Kesimpulan
Revaluasi aktiva tetap untuk tujuan perpajakan dapat menjadi alat yang ampuh untuk mengelola beban pajak perusahaan. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada pemahaman yang cermat terhadap peraturan yang berlaku, perencanaan yang matang, dan pelaksanaan yang tepat. Mengingat kompleksitasnya, sangat disarankan bagi perusahaan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional sebelum mengambil keputusan untuk melakukan revaluasi aset guna memastikan kepatuhan dan optimalisasi manfaat pajak.