Penggunaan Meterai pada Kwitansi atas Invoice Gabungan

Sumber:
Oleh: Rixson Valentine
Perusahaan/pengusaha dalam menjalankan usahanya cenderung ingin memangkas administrasi transaksi agar dapat mengurangi biaya operasional. Salah satu bentuk simplifikasi tersebut adalah penggunaan Faktur Penjualan (invoice) gabungan maupun penggunaan kwitansi pembayaran gabungan. Invoice gabungan berarti menerbitkan tagihan pembayaran kepada satu pembeli atas penjualan barang/jasa secara sekaligus per periode waktu yang ditentukan, misalnya PT A menerbitkan invoice setiap dua minggu untuk semua pembelian barang yang dijual kepada PT B dalam kurun waktu dua minggu tersebut. Lalu yang dimaksud dengan kwitansi pembayaran gabungan adalah kwitansi sebagai pernyataan penerimaan pembayaran atas lebih dari satu invoice, misalnya PT A membuat satu kwitansi pembayaran atas semua invoice yang telah dilunasi oleh PT B selama satu bulan.
Sebagaimana ketentuan yang berlaku, kwitansi sebagai dokumen yang menyatakan penerimaan uang adalah dokumen yang terutang Bea Meterai sehingga wajib menggunakan Meterai. Lalu apakah penggunaan Meterai pada kwitansi gabungan sebagaimana dijelaskan di atas tidak menyalahi aturan?
Pasal 3 UU Nomor 10 Tahun 2020 menjelaskan bahwa Bea Meterai dikenakan atas:
1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata, meliputi:
a. surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;
b. akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya;
c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya;
d. surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
e. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
f. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
g. Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang:
- menyebutkan penerimaan uang; atau
- berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
h. Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Baca juga: Tata Cara Pelunasan Selisih Kurang Bea Meterai Yang Terutang Atas Dokumen Berupa Cek Dan Bilyet Giro
Lalu, Pasal 16 ayat (1) PMK Nomor 4 tahun 2021 menjelaskan bahwa pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel sah dalam hal:
1. menggunakan Meterai tempel yang sah dan berlaku, serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen; dan
2. memenuhi ketentuan:
a. direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di tempat Tanda Tangan akan dibubuhkan; dan
b. dibubuhkan Tanda Tangan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas Meterai tempel disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya penandatanganan.
Dapat dipahami dari dua peraturan tersebut bahwa tanda sah penggunaan Meterai melekat pada jenis dokumen yang dikenakan Bea Meterai dan bentuk Meterai/tata cara penempelan Meterai. Tanda sah penggunaan Meterai tidak melekat pada bagaimana jenis dokumen sebagaimana dimaksud di atas digunakan, seperti Meterai yang ditempel pada kwitansi atas pembayaran sesuai invoice gabungan satu bulan. Karena kwitansi termasuk dalam dokumen yang menyebutkan penerimaan uang, sesuai yang dijelaskan pada Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2020, maka penggunaan meterai pada kwitansi sudah benar sesuai peraturan yang berlaku.