Pembukuan dan Pencatatan di Era Coretax

Sumber:
Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Dikecualikan dari kewajiban pembukuan, tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (pegawai), dan wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu.
Adapun yang dimaksud sebagai wajib pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang:
- melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas; dan
- peredaran bruto dari kegiatan tersebut secara keseluruhan dikenai PPh yang bersifat final dan/atau merupakan objek pajak serta tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak.
PMK 54/PMK.03/2021 menunjukkan perbedaan antara kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan. Petunjuk pelaksanaan pencatatan bagi wajib pajak orang pribadi dapat dilihat dalam PER-4/PJ/2009.
Kewajiban menyelenggarakan pencatatan meliputi data peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto, termasuk penghasilan bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Adapun pembukuan harus diselenggarakan dengan baik dengan dokumen pendukung, termasuk dokumentasi dan informasi penentuan harga transfer (apabila diperlukan).
Pencatatan dan pembukuan harus diselenggarakan dalam bahasa Indonesia dan dalam mata uang Rupiah, berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pembukuan yang menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris) dan mata uang Dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang fungsionalnya berlaku untuk perusahaan penanaman modal asing, BUT, perusahaan yang menjual sahamnya di bursa saham, dan wajib pajak badan tertentu,dengan persetujuan terlebih dahulu dari DJP. Ketentuan mengenai tata cara pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah serta kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh badan diatur dalam sejumlah peraturan, antara lain PMK 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d PMK 123/PMK.03/2019, Peraturan Dirjen Pajak No. PER-24/PJ/2020, dan KMK 543/KMK.04/2000.
Wajib pajak badan tertentu dapat diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan yang telah diaudit sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang atau peraturan tertentu, yaitu Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. Adapun buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan atau pembukuan wajib disimpan selama sepuluh tahun di Indonesia, termasuk hasil pengolahan data menggunakan pembukuan elektronik atau program aplikasi daring.
Seiring dengan penerapan Core Tax Administration System (CTAS) pada tahun ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah melakukan beberapa pembaharuan di beberapa sektor yang berkaitan dengan tatacara pelaporan SPT. Salah satunya adalah fitur bagi wajib pajak yang menyelenggarakan laporan keuangan berbasis XBRL sehingga data laporan keuangan fiskal dapat dimanfaatkan pada pelaporan SPT Tahunan PPh. Dalam hal wajib pajak tidak menyiapkan laporan keuangan berbasis XBRL, wajib pajak dapat mengisi langsung data rekonsiliasi laporan keuangan pada lampiran yang disediakan.