Panduan Insentif PPN DTP untuk Pembelian Properti Baru Tahun 2025
Sumber: Freepik
Pemerintah telah memperpanjang fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebagai stimulus bagi sektor perumahan hingga akhir tahun 2026. Kebijakan ini memungkinkan masyarakat membeli unit rumah tapak atau rumah susun siap huni tanpa menanggung beban PPN dalam batas harga tertentu, asalkan memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.
Dasar dan Ketentuan Utama PPN DTP
Insentif PPN DTP diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru (misalnya, PMK No. 60 Tahun 2025 yang melanjutkan kebijakan sebelumnya) dan berlaku untuk penyerahan properti baru.
Jenis Properti dan Batas Harga
Fasilitas ini hanya berlaku untuk pembelian unit baru dan siap huni (telah memiliki Berita Acara Serah Terima/BAST) yang belum pernah dipindahtangankan (penjualan pertama dari pengembang ke pembeli).
|
Harga Jual Unit |
Besaran Insentif PPN DTP |
PPN yang Dibayar Pembeli |
|
Hingga Rp2 Miliar |
100% PPN Ditanggung Pemerintah |
Rp0 |
|
Di atas Rp2 Miliar s.d. Rp5 Miliar |
PPN DTP 100% hanya untuk bagian harga hingga Rp2 Miliar. |
PPN normal (11%) untuk selisih harga di atas Rp2 Miliar. |
Masa Berlaku
Fasilitas ini berlaku untuk penyerahan unit yang Akta Jual Beli (AJB) atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) lunas dan BAST ditandatangani hingga 31 Desember 2026 (sesuai perpanjangan terbaru).
Syarat Wajib Pembeli dan Unit:
- WP Orang Pribadi: Pembeli harus Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang memenuhi syarat kepemilikan properti di Indonesia, dan memiliki NPWP aktif.
- Satu Unit Saja: Setiap orang hanya dapat memanfaatkan fasilitas PPN DTP ini untuk pembelian satu unit rumah tapak atau rumah susun.
- Baru dan Siap Huni: Unit sudah harus memiliki kode identitas rumah resmi dan telah serah terima dalam periode insentif.
- Larangan Menjual Kembali: Unit yang dibeli tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu kurang dari satu tahun sejak serah terima.
Prosedur Faktur Pajak untuk Pengembang Bisnis
Pengembang (sebagai Pengusaha Kena Pajak/PKP) memiliki kewajiban khusus dalam menerbitkan Faktur Pajak untuk merealisasikan PPN DTP ini:
|
Harga Jual Unit |
Kode Faktur Pajak |
Keterangan Tambahan Wajib |
|
S.d. Rp2 Miliar |
07 |
Harus mencantumkan keterangan: “PPN Ditanggung Pemerintah Berdasarkan PMK [Nomor PMK yang Berlaku].” |
|
Di atas Rp2 Miliar |
1. 07 untuk bagian s.d. Rp2 Miliar (PPN DTP).
2. 01 (atau kode PPN normal) untuk selisih harga di atas Rp2 Miliar. |
Wajib memisahkan nilai Faktur Pajak berdasarkan batas harga PPN DTP dan PPN normal. |
Catatan Kode Faktur
Kode transaksi 07 digunakan untuk penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) atau tidak dipungut, sedangkan kode 01 digunakan untuk PPN normal.
Ilustrasi Penerapan Faktur Pajak
PT Jaya Raya (Pengembang) menjual satu unit rumah kepada Tuan Rezya seharga Rp3.500.000.000 pada Oktober 2025.
Berdasarkan ketentuan PPN DTP, PPN (11%) dihitung sebagai berikut:
- Bagian yang Mendapat PPN DTP (s.d. Rp2 Miliar):
- Harga Jual: Rp2.000.000.000
- PPN (11%): Rp220.000.000
- Perlakuan: PPN DTP 100%. Tuan Rezya bayar Rp0 PPN.
- Kode Faktur: 07
- Bagian yang Dikenakan PPN Normal (di atas Rp2 Miliar):
- Harga Jual (Selisih): Rp3.500.000.000-Rp2.000.000.000 = Rp1.500.000.000
- PPN (11%): Rp165.000.000
- Perlakuan: PPN Normal. Tuan Rezya bayar Rp165.000.000 PPN.
- Kode Faktur: 01 (atau kode PPN normal lainnya)
Dengan demikian, pengembang wajib menerbitkan dua Faktur Pajak (atau satu faktur dengan dua kode) dan Tuan Rezya hanya membayar total PPN sebesar Rp165.000.000.
Kebijakan PPN DTP ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat di sektor properti. Baik pembeli maupun pengembang harus memastikan seluruh dokumen (BAST, AJB/PPJB lunas, dan Faktur Pajak) diterbitkan sesuai periode dan ketentuan PMK yang berlaku.