Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

29 July 2020

Pajak Penulis Terlalu Besar?

Hero

Sumber:

Oleh: Rezya I. Kurniawan

Direktorat Jenderal Pajak belakangan ini terlihat sedang asyik-asyiknya bermasalah dengan selebritis. Setelah cerita tentang Raffi Ahmad dan mobil mewahnya, sekarang giliran Tere Liye mempermasalahkan soal royaltinya yang menurut dia dipotong pajak terlalu besar. Lalu benarkah pajak atas royalti ini terlalu besar? Tepatkah argumen Tere Liye? Bagaimana kita sebagai masyarakat awam menanggapi hal tersebut?

Mengenal Apa Itu Penghasilan

Berhubung yang diributkan oleh penulis-penulis ini adalah Pajak Penghasilan, atau biasa disingkat PPh, (bukan Pajak Royalti, karena istilah ini sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah Pajak Penghasilan atas Royalti). Penghasilan dalam bahasa mudah adalah semua tambahan ekonomis, dari sumber apapun, termasuk royalti. Tentu saja, menerima royalti bagi seorang penulis ibarat gaji bagi orang kantoran atau barangnya laku dibeli oleh agan-agan penjual barang di online shop. Penghasilan bisa berasal dari berbagai sumber, bahkan bisa sangat luas, tetapi supaya mudah kita bagi dua saja sesuai istilah ekonomi yang umum yaitu active income dan passive income. Passive income, artinya untuk mendapatkan penghasilan tersebut, seseorang tidak perlu bekerja atau menjual sesuatu. Misalnya juragan kos-kosan, rental mobil, nasabah yang memiliki deposito di bank, meminjamkan uang ke orang tapi minta bunga, punya ruko yang disewakan dan sebagainya.

Berbeda dengan active income, untuk memiliki penghasilan tersebut, seseorang harus bekerja, berdagang, menjual jasa dan sejenisnya. Pendapatan dokter tergantung dari seberapa banyak pasien yang dia tangani dalam sehari. Pedagang bakso bergantung dari berapa mangkok bakso yang terjual hari ini dan rasa masakannya. Dalam bahasa yang sederhana, untuk mendapatkan active income, seseorang memerlukan biaya. Untuk mendapatkan uang, orang perlu mengeluarkan uang. Kalau karyawan berarti untuk mendapatkan gaji, dia harus mengeluarkan biaya transport dari rumah ke tempat kerja, uang untuk makan, biaya berobat kalau sakit, dan lain-lain. Hal tersebut berbeda dengan passive income. Sama-sama punya uang 1 milliar Rupiah, jika Anda depositokan ke bank yang memberikan bunga 5% setahun, maka dalam setahun uang Anda akan menjadi 1 milliar 50 juta Rupiah. Tidak perlu melakukan apapun, Anda mendapat penghasilan 50 juta pada saat jatuh tempo satu tahun deposito. Tetapi jika uang tersebut Anda gunakan untuk modal usaha, ada dua kemungkinan yaitu apakah mendapatkan hasil di atas 50 juta Rupiah atau bias jadi di bawahnya. Hasil tersebut tergantung bagaimana si pengusaha mengelolanya, dan inilah yang dinamakan active income.

Pajak atas Passive income

Karena sifat passive income yang lebih minim risiko, jika diperhatikan, pajak atas passive income di indonesia dikenakan lebih besar daripada active income. Contohnya adalah sebagai berikut: Pajak Penghasilan atas persewaan tanah atau bangunan. Tarifnya adalah 10% dari nilai sewanya. Jadi jika seseorang memiliki rumah atau ruko yang dikontrakkan sebesar Rp50.000.000 setahun, maka wajib membayar pajak penghasilan sebesar Rp5.000.000 dari pendapatan atas sewa tersebut.

Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito

Tarifnya adalah 20% dari bunga yang didapatkan dari bank. Jadi dengan contoh mendapatkan bunga deposito Rp50.000.000, maka pihak bank akan memotong Rp10.000.000 sehingga yang diterima bersih adalah Rp40.000.000. Pajak Penghasilan atas royalti, sebagaimana yang sedang dibahas di awal, tarifnya adalah 15% dari royalti yang diterima. Pajak Penghasilan atas Bunga, tarifnya juga sekitar 15%. Passive income bisa dibilang sangat minim risiko. Jadi kemungkinan gagalnya relatif kecil. Inilah yang menyebabkan buku-buku bertema bagaimana mendapatkan passive income laris di pasaran. Sebagai pembanding, rata-rata tarif pajak penghasilan bersifat active income adalah 5% untuk perorangan dan 12,5% untuk badan usaha. Bandingkan dengan tarif passive income di atas. Bahkan, Pajak Penghasilan atas hadiah pun dibedakan antara passive income dan active income. Pajak hadiah yang bersifat undian, misalnya yang sering dilakukan oleh bank-bank, atau saat menelepon kuis di stasiun televisi, merupakan passive income dan pajaknya sebesar 25%. Sedangkan jika hadiah tersebut merupakan hadiah perlombaan atau kompetisi, misalnya lomba lari marathon, atau hadiah liga sepakbola, maka pajak penghasilannya adalah 5% jika penerimanya adalah perorangan dengan hadiah di bawah 50 juta.

Lalu?

Nah, sebagai masyarakat awam, kira-kira adil atau tidak jika berbagai penghasilan yang sifatnya passive income dikenakan pajak lebih tinggi karena lebih minim risiko? Royalti, tidak hanya merupakan domain seni saja. Bukan hanya penulis, penyanyi, fotografer yang menerima royalti. Tetapi perusahaan atau pengusaha pun mendapatkan royalti atas paten atau copyright yang mereka miliki. Brand "Eiger" misalnya yang merupakan produk asli Indonesia. Jika ada perusahaan tas ingin membuat produk bermerek "Eiger", perusahaan tersebut harus membayar royalti kepada pemilik asli yang telah mendaftarkan "Eiger" sebagai merek dagangnya. Royalti bisa dibayar dalam bentuk kontrak, atau pembagian keuntungan berdasarkan jumlah barang yang terjual. Jadi membuat buku yang berkualitas, dan laku di pasaran, memberikan penulisnya kesempatan mendapatkan uang yang mengalir dengan sendirinya dalam bentuk passive income. Janganlah dibandingkan dengan UKM penjual handphone di ruko-ruko yang masih harus berpikir supaya dagangannya laku. Jika lakupun, tidak bisa semena-mena meninggikan harga karena pelanggan bisa lari ke toko sebelah. Mendapatkan royalti ibarat memilki aset. Seperti pemilik kos-kosan yang hanya tinggal menerima uang bulanan kos yang dibayar penghuninya saja. Sedangkan penulis, aset yang paling berharga adalah kreatifitasnya, kemampuan berkaryanya, yang sebenarnya tidak ternilai dengan uang. Bangunan suatu saat akan hancur jika tidak dirawat. Tetapi kreatifitas tidak akan pernah usang, selama karya-karya berkualitas terus dibuat.