Menentukan Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak dalam Penerimaan Hibah

Sumber:
Oleh: Wisnu D. Yulrianto
Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup juga. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) hibah secara rinci disebutkan dalam Pasal 1666, yang menyebutkan bahwa: “Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.”
Hibah merupakan salah satu dari objek pajak, hibah merupakan pemberian dari seseorang kepada orang lain, dan hibah yang diterima merupakan penghasilan. Tapi tidak semua hibah masuk dalam kategori objek pajak. Ada penerimaan hibah yang tidak menjadi objek pajak, ada juga pemberian hibah yang menjadi objek pajak, sehingga penerimanya wajib membayar pajak penghasilan (PPh).
Menurut Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, beberapa jenis hibah yang bukan merupakan objek pajak adalah:
- Hibah dalam bentuk bantuan atau sumbangan, termasuk di dalamnya zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
- Hibah dalam bentuk harta yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 dijelaskan lebih rinci bahwa harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
a. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
b. badan keagamaan;
c. badan pendidikan;
d. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau
e. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil
dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
Akan tetapi, dari kelima poin di atas tidak serta merta bebas dari pajak penghasilan. Terdapat poin-poin yang perlu dicermati karena ada bagian yang seharusnya menjadi objek pajak yaitu:
- Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah orang tua dan anak kandung. Jadi jika hibah diberikan kepada anak kandung, atau hibah kepada orang tua bukanlah objek PPh. Tetapi jika hibah yang diterima dari kakak, adik, anak angkat, mantu, mertua, atau orang lain maka merupakan objek PPh.
- Badan keagamaan adalah badan keagamaan yang kegiatannya hanya untuk mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan tanpa mencari keuntungan. Apabila badan ini bertujuan mencari keuntungan, maka bisa dikenakan pajak penghasilan.
- Badan pendidikan adalah badan pendidikan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan pendidikan tanpa mencari keuntungan. Tetapi jika badan pendidikan ini melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi bagi pendiri atau pihak lain, maka hibah dapat masuk ke dalam objek pajak.
- Badan sosial dalam hal ini adalah yayasan atau koperasi yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan kepada:
- pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo)
- pengurusan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat
- santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya
- pemberian beasiswa
- pelestarian lingkungan hidup
- kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.
- Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil adalah orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan menjalankan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
- Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Berikut penjelasan mengenai perbedaan mana yang objek pajak dan mana yang bukan objek pajak dalam hal penerimaan hibah.