Memahami Konsep Deemed Profit dalam Perpajakan
Sumber: Freepik
Akhir-akhir ini banyak pemeriksa menggunakan deemed profit sebagai koreksi. Sebenarnya, apa itu deemed profit?
Deemed profit adalah metode penentuan besarnya laba kena pajak yang didasarkan pada persentase tertentu dari peredaran usaha atau pendapatan bruto, bukan dari laporan keuangan yang sebenarnya. Artinya, laba perusahaan dianggap (deemed) sekian persen dari omzet, meskipun dalam praktiknya perusahaan bisa saja merugi atau untung lebih besar.
Metode ini biasanya digunakan ketika otoritas pajak menilai bahwa:
- Wajib Pajak sulit diawasi,
- Laporan keuangan tidak andal atau tidak tersedia,
- Ada transaksi lintas negara (misalnya kegiatan usaha luar negeri di Indonesia) yang sulit diverifikasi.
Dasar Hukum di Indonesia
Di Indonesia, konsep deemed profit banyak diterapkan dalam peraturan pajak penghasilan, misalnya pada kegiatan usaha tertentu atau transaksi dengan pihak luar negeri. Contoh penerapannya ada dalam Peraturan Dirjen Pajak yang mengatur penggunaan persentase tertentu sebagai dasar penghitungan laba.
Cara Penghitungan
Formula sederhana:
Lalu, hasil deemed profit tersebut dikenakan tarif pajak yang berlaku.
Contoh:
- Pendapatan bruto: USD 1.000.000
- Persentase deemed profit: 15%
- Laba kena pajak = 15% × 1.000.000 = USD 150.000
- Jika tarif PPh Badan 22%, maka pajak terutang = 22% × 150.000 = USD 33.000
Kelebihan Metode Deemed Profit
- Sederhana → Tidak perlu laporan keuangan rinci.
- Kepastian hukum → Persentase sudah ditetapkan oleh pemerintah.
- Mengurangi celah manipulasi → Cocok untuk usaha dengan risiko under-reporting.
Kekurangan Metode Deemed Profit
- Kurang adil → Bisa merugikan Wajib Pajak yang sebenarnya untung kecil atau merugi.
- Tidak mencerminkan kondisi riil → Pajak tetap dihitung meskipun bisnis sedang turun.
- Berbasis asumsi → Persentase deemed profit bisa berbeda dengan margin sebenarnya di lapangan.
Deemed profit adalah pendekatan praktis yang mempermudah otoritas pajak dalam menghitung laba kena pajak, terutama pada sektor atau transaksi yang sulit diawasi. Namun, bagi Wajib Pajak, metode ini bisa terasa kurang adil karena tidak selalu mencerminkan kinerja keuangan sebenarnya. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami peraturan yang berlaku dan menyiapkan strategi kepatuhan pajak yang tepat.