Memahami Ketentuan Perpajakan untuk Reseller dan Dropshipper

Sumber:
Oleh: Andini M. Tarigan
Pertama, mari kita memahami pengertian dan perbedaan dari reseller dan dropshipper. Reseller adalah orang yang menjual kembali produk dari pihak supplier atau produsen kepada konsumen. Reseller membeli barang dan membuat stok di tempatnya sendiri, baru kemudian menjualnya kepada konsumen. Sedangkan dropshipper adalah orang yang menjual barang dari supplier atau produsen kepada konsumen tanpa harus membuat stok di pihaknya sendiri. Ketika ada order, dropshipper meneruskan pembelian ke supplier agar barang dapat dikirimkan ke konsumen. Pihak supplier akan mengirimkan order atas nama dropshipper.
Selanjutnya, mari kita membahas kelebihan dan kekurangan masing-masing. Reseller harus memiliki modal untuk membeli barang yang akan dijadikan stock-nya. Namun biasanya karena pembeliannya dalam jumlah banyak, reseller akan mendapatkan diskon. Reseller juga dapat memastikan produk yang diterima yang nantinya akan dijualkan kembali ke konsumen dalam kondisi baik. Reseller juga dapat mengelola penjualannya sendiri.
Lalu untuk dropshipper kelebihannya adalah tidak memerlukan modal. Dropshipper hanya perlu mempromosikan produk dan menjual barang dari supplier. Semua proses penjualan dilakukan oleh supplier, sehingga dropshipper tidak bisa mengetahui kualitas produk yang dijual ke konsumen. Lalu apabila ada kesalahan pengiriman barang, konsumen akan mengira pelayanan dropshipper yang kurang baik.
Terakhir, mari kita pahami ketentuan perpajakannya. Sebenarnya ketentuan perpajakannya sama seperti jenis usaha pada umumnya. Dimana apabila reseller dan dropshipper tersebut masih memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun maka dikenakan PPh Final 0,5% atas omzet dan dibayarkan setiap bulannya sesuai ketentuan PP 23 Tahun 2018. Sedangkan apabila omzet sudah melebihi Rp 4,8 miliar dalam setahun, maka baik reseller dan dropshipper harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, yang berarti wajib memungut serta membayar PPN atas setiap transaksinya. Lalu untuk pajak penghasilannya pun menggunakan tarif normal. Tarif normal yang dikenakan pada Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap adalah 22% dan bagi Perseroan Terbuka tertentu dapat memperoleh tarif sebesar 19% atau 3% lebih rendah dari WP Badan biasa (sesuai Pasal 5 UU No.2 Tahun 2020). Sedangkan untuk WP Orang Pribadi dikenakan tarif sesuai Pasal 17 UU PPh, yaitu:
- Sampai dengan Rp50.000.000, tarif pajaknya sebesar 5%
- Di atas Rp50.000.000 sampai dengan Rp250.000.000, tarif pajaknya sebesar 15%
- Di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 tarif pajaknya sebesar 25%
- Di atas Rp500.000.000 tarif pajaknya sebesar 30%.