Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

05 March 2025

Mekanisme Pengenaan Pajak Minimum Global

Hero

Sumber: Freepik

Pengenaan Pajak Minimum Global, yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2024 (PMK 136/2024), ditujukan untuk mencegah isu BEPS lainnya selain ekonomi digital dan mengurangi kompetisi tarif PPh Badan. Pilar 2 menerapkan adanya Pajak Minimum Global untuk memastikan bahwa large MNE’s dengan omzet global minimum 750 million Euro membayar pajak dengan tarif minimal 15%.

 

Berbeda dengan Pilar 1, Pilar 2 diimplementasikan melalui pendekatan common approach. Artinya, setiap yurisdiksi dapat mengadopsi aturan ini dalam ketentuan domestiknya sendiri tanpa perlu menunggu adanya Multilateral Convention (MLC) atau persetujuan sejenis.

 

Pilar 2 terdiri dari beberapa ketentuan yaitu :

  1. Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT)

Pajak tambahan (top-up) yang dikenakan atas domestik excess profit terhadap Entitas Konstituen Domestik yang diadministrasikan konsisten dengan GloBe rules.

  1. Income Inclusion Rules (IIR)

Pajak tambahan yang dikenakan negara domisili induk terhadap entitas induk dari suatu grup MNE atas anak usahanya yang dikenakan pajak efektif kurang dari 15 persen di negara lainnya.

  1. Undertaxed Payment Rules (UTPR)

Ketentuan yang berlaku dalam hal IIR tidak diterapkan oleh negara domisili induk dalam ketentuan domestiknya. Top-up tax yang dikenakan berdasarkan UTPR sama dengan top-up tax berdasarkan IIR, yang kemudian akan dialokasikan kepada semua negara yurisdiksi UTPR berdasarkan formula tertentu.

 

Contoh Penerapan Urutan Peraturan Pajak Minimum Global

 

Catatan:

UPE: Ultimate Parent Entity

IPE: Intermediate Parent Entity

ETR: Effective tax rate

 

Urutan penerapan top-up tax sebagai berikut:

  1. Apabila Indonesia menerapkan QDMTT, maka:
  • PT X di Indonesia akan dikenakan top-up tax sebesar 15 persen.
  • BVI maupun Hongkong tidak dapat menerapkan top-up tax melalui IIR.
  1. Apabila Indonesia tidak menerapkan QDMTT, maka:
  • BVI sebagai negara UPE akan mengenakan IIR kepada PT X sebesar 15 persen.
  • Jika BVI tidak mengenakan IIR, maka Hongkong sebagai negara domisili induk di bawahnya akan menerapkan IIR untuk mengenakan top-up tax kepada PT X sebesar 15 persen.
  • Jika BVI dan Hongkong tidak menerapkan IIR, maka top-up tax berdasarkan UTPR akan dialokasikan kepada Thailand dan Malaysia.

 

 

 

Jadi, meskipun saat ini beberapa negara partner belum menerapkan IIR (misal RRT), MNEs yang berada di Indonesia masih mungkin dikenai top-up tax di negara lain melalui IIR (apabila ada PE) atau UTPR.

 

Terdapat beberapa pengecualian dan penyederhanaan dalam Pilar 2, salah satunya adalah bahwa aturan ini berlaku untuk MNEs dengan total pendapatan konsolidasi grup lebih dari €750 juta. Terdapat pula pengecualian dari IIR dan UTPR untuk jumlah yang setara dengan 5 persen dari nilai buku aset berwujud dan biaya gaji, dengan periode transisi sepuluh tahun. Pilar 2 juga mengecualikan penghasilan dari pengiriman internasional dan keuntungan de-minimis. Saat ini juga sedang dipertimbangkan koeksistensi dengan rezim penghasilan rendah pajak global yang tidak berwujud (GILTI) di AS. Pada Pilar 2 juga diperkenalkan safe harbors dan/atau mekanisme lainnya untuk menghindari biaya kepatuhan yang tidak proporsional.

 

Pilar 2 memiliki beberapa dampak bagi Indonesia, diantaranya adalah mengurangi efektivitas insentif pajak. Namun, Pilar 2 hanya akan memengaruhi sebagian entitas dari kelompok MNEs yang berada dalam cakupan Pilar 2. Oleh karena itu, insentif pajak yang diberikan kepada MNEs di luar cakupan Pilar 2 tidak akan terpengaruh. Pilar 2 juga cenderung mengalihkan persaingan pajak korporasi dari tax holiday atau pengurangan pajak menjadi kredit pajak yang dapat dikembalikan. Tidak semua entitas dalam kelompok MNEs yang berada dalam cakupan Pilar 2 memiliki Effective Tax Rate (ETR) di bawah 15 persen dan harus membayar pajak tambahan. Walaupun demikian, potensi penerimaan pajak dari implementasi IIR, UTPR, STTR, dan QDMTT mungkin tidak signifikan di Indonesia.