Kriteria Penyerahan Barang yang PPN-nya Tidak Dipungut BUMN

Sumber:
Prosedur pemungutan, penyetoran hingga melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan BUMN sudah diatur dalam dua beleid terpisah, yaitu PMK Nomor 136/PMK.03/2012 yang khusus untuk perusahaan BUMN dan PMK Nomor 37/PMK.03/2015 untuk perusahaan tertentu yang sahamnya dimiliki BUMN. Dengan adanya aturan terbaru, kedua aturan di atas otomatis dicabut dan substansi yang diatur di dalamnya diatur ulang dalam PMK Nomor 8/PMK.03/2021. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Badan Usaha Milik Negara Dan Perusahaan Tertentu Yang Dimiliki Secara Langsung Oleh Badan Usaha Milik Negara Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PMK-8/2021), yang berlaku mulai 1 Februari 2021.
Berdasarkan PMK-8/2021, BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Sementara makna rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada pemungut PPN dalam hal ini BUMN. Selain BUMN, pemungut PPN yang juga diatur dalam aturan ini yaitu BUMN yang dilakukan restrukturisasi oleh pemerintah setelah tanggal 1 April 2015, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya; serta perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25 persen.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK-8/2021, ada 6 kriteria atau batasan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tidak dipungut oleh BUMN sebagai pemungut PPN. Pertama, pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10 juta termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang, dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari Rp 10 juta. Kedua, pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Ketiga, pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero). Keempat, pembayaran atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi. Kelima, pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.
Keenam, pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, tidak dikenai PPN atau PPN dan PPnBM. Atas penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut BUMN maka PPN tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.