Kriteria Pemeriksaan Pajak pada PMK 15 Tahun 2025

Sumber: Freepik
Di awal tahun ini, Kementerian Keuangan telah menerbitkan beberapa peraturan baru di bidang perpajakan, salah satunya yaitu PMK 15/2025 tentang Pemeriksaan Pajak.
Ada beberapa poin tentang pemeriksaan pajak yang berubah dari PMK sebelumnya, salah satunya yaitu mengenai kriteria pemeriksaan pajak. Ada beberapa kriteria dalam menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang diatur dalam Pasal 4 PMK 15/2024 ini. Setidaknya ada 14 kriteria dalam menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, yaitu:
• Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
• Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
• Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
• Wajib Pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
• Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku;
• Wajib Pajak melakukan perubahan metode pembukuan;
• Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap;
• Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
• Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan/atau ekspor barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak dan telah diberikan pengembalian pajak masukan atau telah mengkreditkan pajak masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (6e) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
• Wajib Pajak terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan risiko kepatuhan Wajib Pajak;
• pihak lain yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
• terdapat data konkret yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
• Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; dan/atau
• terdapat indikasi jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang berdasarkan data, keterangan, dan/atau bukti, serta berdasarkan hasil analisis, lebih besar daripada jumlah Pajak Bumi dan Bangunan yang dihitung berdasarkan:
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak; atau
- Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak dan data Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan, sepanjang data, keterangan, dan/atau bukti yang menunjukkan indikasi tersebut tidak diperoleh pada saat dilakukan penilaian lapangan.