Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

06 December 2024

Koreksi Fiskal Positif dan Negatif, Apa Itu?

Hero

Sumber:

Indonesia mengenal dua jenis laporan keuangan, yaitu laporan keuangan komersial yang dibuat sesuai dengan Peraturan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) dan laporan keuangan fiskal yang dibuat sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Karena dibuat sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, laporan keuangan fiskal menjadi dasar penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan PPh Pasal 29.

Dalam penyusunan kedua laporan keuangan tersebut, pasti akan ditemukan perbedaan angka. Hal ini disebabkan karena perbedaan pengakuan pendapatan biaya antara laporan keuangan komersial yang dibuat berdasarkan PSAK dan laporan keuangan fiskal yang dibuat berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. Perbedaan angka ini didapat dari proses rekonsiliasi fiskal. Dalam proses ini, tiap akun pendapatan dan biaya akan disesuaikan berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku lewat koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif.

Koreksi fiskal positif terjadi karena terdapat biaya-biaya yang tidak diperkenankan untuk dijadikan pengurang penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang PPh. Koreksi fiskal positif menambah laba komersial atau laba Penghasilan Kena Pajak. Contoh dari koreksi fiskal positif adalah koreksi Pajak Penghasilan, koreksi biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pribadi direksi, sanksi administrasi, dan lain-lain.

Di sisi lain, koreksi fiskal negatif menyebabkan berkurangnya laba Penghasilan Kena Pajak, sehingga PPh terutangnya juga berkurang. Koreksi fiskal negatif dapat terjadi karena pendapatan komersial lebih tinggi dari pendapatan fiskal dan biaya-biaya komersial lebih kecil dari biaya-biaya fiskal. Contoh dari koreksi fiskal negatif adalah selisih penyusutan/amortisasi komersial yang jumlahnya lebih kecil dari penyusutan/amortisasi fiskal.