Keuntungan dari Pembebasan Utang Termasuk Objek PPh

Sumber:
“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: ... keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan PP," bunyi Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh.
Keuntungan yang diterima Wajib Pajak dari pembebasan utang termasuk jenis penghasilan yang menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh), sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh. Keuntungan akibat pembebasan utang ini merupakan objek PPh, kecuali jika jumlahnya hanya mencapai batas tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh, disebutkan bahwa pembebasan utang dianggap sebagai penghasilan bagi debitur. Namun, pemerintah dapat memberikan pengecualian PPh untuk pembebasan utang bagi debitur kecil, seperti Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit perumahan sederhana, dan kredit kecil lainnya. Pengecualian PPh ini diatur melalui PP.
Bagi kreditur, penghapusan piutang dari debitur adalah piutang yang benar-benar tidak dapat ditagih. Piutang tak tertagih ini dianggap sebagai biaya untuk memperoleh, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M) jika memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf h. Syarat-syaratnya meliputi:
- Piutang tak tertagih telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.
- Wajib Pajak sudah menyerahkan daftar piutang yang tidak tertagih kepada DJP.
- Piutang tak tertagih telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau ada perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Syarat ketiga tidak berlaku khusus untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih akibat penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k UU PPh.