Ketentuan PBB P5L atas Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi

Sumber:
Objek PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi meliputi Bumi dan/atau Bangunan yang berada di kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi. Adapun Bumi yang berada dalam kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, meliputi Permukaan Bumi Onshore, Permukaan Bumi Offshore dan/atau Tubuh Bumi. Sedangkan, Bangunan yang berada dalam kawasan pertambangan untuk pengusahaan panas bumi merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada Bumi.
Kawasan Pertambangan untuk pengusahaan panas bumi meliputi:
- Wilayah Kerja Panas Bumi sebagaimana tercantum dalam Izin Panas Bumi, Kuasa Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Kontrak Operasi Bersama Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi atau penugasan pengusahaan panas bumi;
- areal di luar Wilayah Kerja Panas Bumi namun merupakan suatu kesatuan yang digunakan untuk pengusahaan panas bumi, termasuk areal yang memiliki 1 (satu) atau lebih titik koordinat yang sama atau yang terhubung dengan areal seperti sungai, parit, jalan atau jembatan.
Untuk menetapkan NJOP Bumi, objek PBB sektor pertambangan minyak dan gas bumi, kawasan pertambangan minyak dan/atau gas bumi terbagi menjadi 3 (tiga), yang terdiri dari:
- Permukaan Bumi Onshore, meliputi:
- Areal Belum Produktif, merupakan areal yang belum diusahakan untuk pengambilan hasil produksi panas bumi.
- Areal Produktif, merupakan areal yang sedang diusahakan untuk pengambilan hasil produksi panas bumi.
- Areal Tidak Produktif, merupakan areal yang tidak dapat atau selesai diusahakan untuk pengambilan hasil produksi panas bumi.
- Areal Pengaman, merupakan areal yang dimanfaatkan sebagai pendukung dan pengaman kegiatan pengusahaan panas bumi.
- Areal Emplasmen, merupakan areal yang diatasnya dimanfaatkan untuk bangunan serta fasilitas penunjangnya.
NJOP Permukaan Bumi Onshore ditentukan dengan mengalikan luas areal dengan NJOP/m2.
- Permukaan Bumi Offshore, merupakan areal berupa perairan yang digunakan untuk kegiatan pengusahaan panas bumi. NJOP ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Tubuh Bumi, meliputi:
- Tubuh Bumi Ekplorasi, NJOP ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Tubuh Bumi Ekploitasi, NJOP ditetapkan dengan mengalikan pendapatan uap dan/atau listrik dengan angka kapitalisasi.
- Tubuh Bumi Eksploitasi yang belum atau tidak mempunyai hasil produksi, NJOP ditetapkan sebesar NJOP bumi untuk Tubuh Bumi Ekplorasi.
Pada akhirnya, NJOP Bumi atas sektor pertambangan pengusahaan panas bumi adalah penjumlahan NJOP Permukaan Bumi Onshore, Permukaan Bumi Offshore dan Tubuh Bumi. Di sisi lain, NJOP Bangunan dihitung dengan mengalikan luas bangunan dengan NJOP/m2.
Untuk menentukan besarnya PBB terutang, Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB dengan menggunakan NJOP PBB. SPPT diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah berakhirnya Tahun Pajak PBB terutang dan diterbitkan untuk 1 (satu) Tahun Pajak.
Berikut adalah rumus perhitungan PBB terutang:
PBB terutang = Tarif PBB x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 0,5% x (NJOP – NJOPTKP) x tarif NJKP*
*Tarif NJKP untuk sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi adalah 40% (empat puluh persen) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2002.
Penerbitan SPPT dilakukan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak kepada KPP, yang harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani serta dilampiri dengan dokumen pendukung isian SPOP. Adapun dokumen pendukung isian SPOP untuk PBB sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, meliputi dokumen izin, kuasa atau penugasan yang diterbitkan oleh Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral atau dokumen kontrak, Peta Wilayah Kerja Panas Bumi dan Rencana kerja dan anggaran biaya tahun pajak PBB terutang.