Ketentuan PBB P5L atas Sektor Perkebunan

Sumber:
Objek PBB sektor perkebunan meliputi Bumi dan/atau Bangunan yang berada di kawasan perkebunan. Bumi yang berada dalam kawasan perkebunan adalah permukaan bumi. Sedangkan, Bangunan yang berada dalam kawasan perkebunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada Bumi yang berada dalam kawasan perkebunan.
Kawasan Perkebunan adalah areal yang meliputi:
- areal sebagaimana tercantum dalam Izin Usaha Perkebunan Budidaya, Izin Usaha Perkebunan, Izin Tetap Usaha Budidaya Perkebunan dan/atau Hak Guna Usaha untuk perkebunan; dan
- areal di luar area perkebunan namun merupakan suatu kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, termasuk areal yang memiliki 1 (satu) atau lebih titik koordinat yang sama atau yang terhubung dengan areal seperti sungai, parit, jalan atau jembatan.
Untuk menetapkan NJOP Bumi, objek PBB dalam sektor perkebunan terbagi menjadi 5 (lima) areal, yang terdiri dari:
- Areal Produktif, merupakan areal yang telah ditanami tanaman perkebunan, meliputi tanah dan pengembangan tanah berupa tanaman, termasuk areal yang sudah menghasilkan maupun areal yang belum menghasilkan. NJOP ditentukan dengan mengalikan luas areal dengan NJOP/m2 ditambah dengan Biaya Investasi Tanaman. NJOP/m2 ditentukan dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.
- Areal Belum Produktif, merupakan areal yang belum ditanami tanaman, meliputi areal yang belum diolah, areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami dan areal pembibitan. NJOP ditentukan dengan mengalikan luas areal dengan NJOP/m2. NJOP/m2 ditentukan dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.
- Areal Tidak Produktif, merupakan areal yang tidak dapat diusahakan untuk kegiatan usaha perkebunan. NJOP ditentukan dengan mengalikan luas areal dengan NJOP/m2. NJOP/m2 ditentukan dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.
- Areal Pengaman, merupakan areal yang dimanfaatkan sebagai pendukung dan pengaman kegiatan usaha perkebunan, misalnya jalan yang digunakan untuk mengawasi perkebunan. NJOP ditentukan dengan mengalikan luas areal dengan NJOP/m2. NJOP/m2 ditentukan dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.
- Areal Emplasmen Perkebunan, merupakan areal yang di atasnya dimanfaatkan untuk bangunan serta fasilitas penunjangnya. NJOP ditentukan dengan mengalikan luas areal dengan NJOP/m2. NJOP/m2 ditentukan dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis.
Pada akhirnya, NJOP Bumi sektor perkebunan adalah penjumlahan NJOP Areal Produktif, Areal Belum Produktif, Areal Tidak Produktif, Areal Pengaman dan Areal Emplasmen. Di sisi lain, NJOP Bangunan dihitung dengan mengalikan luas bangunan dengan NJOP/m2.
Untuk menentukan besarnya PBB terutang, DJP akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) PBB dengan menggunakan NJOP PBB. SPPT diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah berakhirnya Tahun Pajak PBB terutang dan diterbitkan untuk 1 (satu) Tahun Pajak.
Berikut adalah rumus perhitungan PBB terutang:
PBB terutang = Tarif PBB x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
= 0,5% x (NJOP – NJOPTKP) x tarif NJKP*
*Tarif NJKP untuk sektor Perkebunan adalah 40% (empat puluh persen) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 Tahun 2002.
Penerbitan SPPT dilakukan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang disampaikan oleh Subjek Pajak atau Wajib Pajak kepada KPP, yang harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani serta dilampiri dengan dokumen pendukung isian SPOP. Adapun dokumen pendukung isian SPOP untuk PBB sektor perkebunan meliputi dokumen Izin Usaha Perkebunan dan/atau Hak Guna Usaha dan Laporan Perkembangan Usaha Perkebunan dan Peta Tahun Tanam tahun terakhir sebelum Tahun Pajak PBB terutang.