Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

15 June 2022

Ikut Program Pengungkapan Sukarela atau Cukup Pembetulan SPT?

Hero

Sumber:

Oleh: Rixson Valentine

 

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) memiliki dua jenis kebijakan:

1. Kebijakan I, yaitu pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/ TA) tahun 2016 lalu; dan

2.Kebijakan II, yaitu pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020.

Lalu bagi Wajib Pajak (WP) orang pribadi bukan peserta TA dan belum mencantumkan seluruh hartanya pada SPT Tahunan 2020, apakah perlu ikut PPS Kebijakan II atau cukup melakukan pembetulan SPT saja?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu untuk memahami ketentuan bahwa pembetulan SPT menimbulkan potensi pengenaan sanksi bunga apabila terdapat kenaikan pajak terutang, sedangkan penambahan nilai harta pada SPT pembetulan tidak menimbulkan potensi sanksi bunga.

Lalu, hal lain yang perlu diperhatikan untuk memilih opsi pembetulan SPT ketimbang mengikuti PPS yaitu penghasilan yang digunakan untuk perolehan harta tambahan tersebut adalah penghasilan yang pengenaan pajaknya sudah mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku.

SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban (utang) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Otoritas Pajak dapat menggunakan informasi yang tercantum pada SPT tersebut untuk meneliti kewajaran besarnya nilai penghasilan, utang, dan harta WP. Maka apabila penambahan jumlah nilai harta suatu tahun pajak lebih besar ketimbang penghasilan Wajib Pajak, maka akan muncul potensi anggapan dari otoritas pajak bahwa ada penghasilan yang belum dilaporkan dan dibayarkan pajaknya. Begitu pun jika ada penambahan harta pada SPT Pembetulan meskipun tidak melebihi jumlah penghasilan, otoritas pajak juga dapat meneliti bagaimana pemenuhan kepatuhan perpajakan atas penghasilan yang digunakan untuk memperoleh tambahan harta tersebut. Oleh karena itu sebagaimana telah dijelaskan di atas, hal lain yang perlu diperhatikan untuk memilih opsi pembetulan SPT ketimbang mengikuti PPS yaitu penghasilan yang digunakan untuk perolehan harta tambahan tersebut adalah penghasilan yang pengenaan pajaknya sudah mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku.

 

Contoh:

Tuan A sudah melaporkan SPT Tahunan 2020 namun belum mencantumkan mobil yang dimilikinya pada kolom harta SPT. Lalu pada bulan Juni 2022 Tuan A mengetahui ada Program Pengungkapan Sukarela yang diselenggarakan oleh pemerintah dan berniat untuk mengikuti program tersebut untuk mengungkapkan harta berupa mobil miliknya.

Tuan A selain mendapat gaji dari pekerjaannya sebagai karyawan, Tuan A juga mendapat penghasilan dari hasil penjualan barang di toko pakaian yang dimilikinya. Namun, diketahui ternyata Tuan A belum melaporkan penghasilan toko pakaian tersebut untuk dikenakan pajak. Sedangkan penghasilan dari toko pakaian tersebut juga digunakan untuk membeli mobil. Apabila Tuan A melakukan pembetulan SPT dan menambah harta berupa mobil tersebut, maka akan menimbulkan dispute dengan pihak Kantor Pajak yang melakukan penyesuaian kecocokan jumlah penghasilan, hutang, dan nilai harta. Pihak Kantor Pajak dapat menemukan pembelian mobil tersebut bersumber dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, sehingga muncul potensi pengenaan sanksi bunga. Dengan kondisi seperti itu, maka Tuan A lebih baik mengikuti Kebijakan II PPS, yaitu melakukan pembayaran PPh final berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020, maka dengan begitu Tuan A terbebas dari pengenaan sanksi atas kewajiban perpajakan dari tahun 2016-2020.

 

 

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

Pasal 1

“11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Penjelasan Pasal 3

“.....

Yang dimaksud dengan mengisi Surat Pemberitahuan adalah mengisi formulir Surat Pemberitahuan, dalam bentuk kertas dan/atau dalam bentuk elektronik, dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan petunjuk pengisian yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sementara itu, yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi Surat Pemberitahuan adalah:

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan; dan

c. jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.”

 

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Pasal 8

“(2) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.”

 

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

Pasal 5

“(1) Wajib Pajak orang pribadi dapat mengungkapkan Harta bersih yang:

a. diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2020;

b. masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020; dan

c. belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2020,

kepada Direktur Jenderal Pajak.

(3) Harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi pada Tahun Pajak 2020.”

Pasal 6

“(1) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 8

“(1) Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang mengungkapkan Harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan Tahun Pajak 2020, kecuali ditemukan data dan/atau informasi lain mengenai Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH.

(2) Kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pajak Penghasilan orang pribadi, pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali atas pajak yang sudah dipotong atau dipungut tetapi tidak disetorkan.