Hindari Tindak Pidana Perpajakan Ini Agar Tidak Kena Sanksi!

Sumber:
Berdasarkan definisinya, pajak adalah kontribusi wajib yang diberikan warga negara kepada negara yang sifatnya memaksa, sehingga apabila tidak dipatuhi/dilanggar akan menimbulkan hukuman/sanksi bagi pelakunya. Selain dari sifat pajak yang memaksa, sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia adalah sistem self-assessment, dimana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutangnya. Sifatnya yang memaksa dan penerapannya yang menganut sistem self-assessment memberikan ruang bagi Wajib Pajak untuk melakukan pelanggaran atas ketentuan perpajakan yang berlaku, yang terjadi karena kurangnya pemahaman Wajib Pajak atas ketentuan perpajakan tersebut atau memang dilakukan secara sengaja untuk menghindari pembayaran pajak. Tindakan-tindakan tersebutlah yang disebut sebagai Tindak Pidana Perpajakan. Tindak Pidana Perpajakan adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang menimbulkan kerugian negara sehingga pelakuknya diancam dengan hukuman pidana.
Dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 177/PMK.03/2022, disebutkan bahwa “Tindak Pidana di Bidang Perpajakan adalah perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, Undang-Undang Bea Meterai, Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan Undang-Undang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan”. Sebuah tindak pidana perpajakan dapat disebabkan oleh adanya kejahatan/kesalahan yang dilakukan oleh pelaku pelanggaran, yaitu Wajib Pajak, Pejabat Pajak maupun pihak ketiga yang terlibat. Berdasarkan niatnya, ada dua bentuk kesalahan yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yaitu kealpaan dan kesengajaan.
Dalam penjelasan Pasal 38 UU KUP, disebutkan bahwa kealpaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara tidak sengaja, lalai, hati-hati atau kurang mengindahkan kewajibannya, sehingga perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negeri. Tindak pidana perpajakan karena kealpaan biasanya dilakukan oleh Wajib Pajak dan Pejabat Pajak. Adapun bentuk tindak pidana perpajakan karena kealpaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak berdasarkan Pasal 38 UU KUP, antara lain:
- Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, atau
- Menyampaikan surat pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga menimbulkan kerugian negara.
Di lain pihak, Pejabat Pajak dapat dikatakan melakukan tindak pidana perpajakan, apabila tidak memenuhi kewajiban merahasiakan apapun yang diketahuinya atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya.
Berbeda dengan tindak pidana karena kealpaan, tindak pidana perpajakan berupa kesengajaan dapat dilakukan oleh setiap orang, tidak terbatas hanya pada Wajib Pajak dan Pejabat Pajak, tapi juga wakil Wajib Pajak, Kuasa Wajib Pajak, pegawai Wajib Pajak, akuntan publik, konsultan pajak atau pihak lain yang juga menyuruh melakukan, turut serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan tindak pidana perpajakan. Adapun bentuk tindak pidana perpajakan karena kesengajaan sesuai Pasal 39 dan 39 A UU KUP, antara lain adalah sebagai berikut:
- Sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- Sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
- Sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
- Sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
- Sengaja menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
- Sengaja memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
- Sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
- Sengaja tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11);
- Sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut;
- Sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau
- sengaja menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Atas tindak pidana perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, Petugas Pajak ataupun pihak ketiga akan dikenakan sanksi sesuai dengan jenis pelanggarannya.
Tanggal: 13 Maret 2024