Harta yang Perlu Dilaporkan di SPT Tahunan

Sumber:
Oleh: Rezya I. Kurniawan
Harta apa saja yang perlu dilaporkan di SPT Tahunan tak hanya satu dua kali ditanyakan kepada para petugas pajak. Di setiap kesempatan memberikan panduan pengisian SPT Tahunan, hampir dipastikan selalu muncul pertanyaan ini. Pertanyaan lanjutan biasanya berkisar pada jenis harta yang masuk dalam kategori “harta menurut DJP”, nilai yang “pantas” dimasukkan sebagai nilai perolehan dan bukti kepemilikan.
Dalam buku petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi secara global telah disebutkan tentang harta-harta apa saja yang perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan. Kategori besarnya harta dalam bentuk kas dan setara kas, piutang, investasi, alat transportasi, harta bergerak lainnya dan harta tidak bergerak. Sub kategorinya secara spesifik menyebutkan uang tunai dan tabungan saham, obligasi, surat utang, reksadana, sepeda motor, mobil, logam mulia, peralatan elektronik, dan tanah dan bangunan. Namun begitu, pada praktiknya masih banyak wajib pajak yang kebingungan dalam memindahkan harta ke dalam kolom SPT. Bisa jadi karena kebiasaan tak membaca manual sebelum mengisi formulir atau semakin berkembangnya jenis-jenis harta dan investasi itu sendiri. Perkembangan kategori harta ini sendiri telah diantisipasi oleh pembuat kebijakan dengan memberikan opsi penambahan kata “lainnya” pada setiap sub kategori harta, seperti investasi lainnya, alat transportasi lainnya, dan harta tidak bergerak lainnya.
Ada cara sederhana buat memilah bagian dari penghasilan yang termasuk harta dan perlu masuk SPT, dan bagian dari penghasilan yang berakhir pada konsumsi dan tak perlu di-SPT-kan. Seorang ekonom bernama John Maynard Keynes menjelaskan sebuah teori sederhana tentang hubungan antara penghasilan dengan konsumsi dan harta. Hubungan itu tergambar dalam model matematika Y = C + S, di mana Y mewakili penghasilan, C mewakili konsumsi dan S mewakili tabungan. Menurut Keynes setiap penghasilan pasti akan dialihrupakan oleh si empunya dalam bentuk konsumsi dan harta.
Konsumsi sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Singkatnya, jika bagian dari penghasilan itu habis untuk memenuhi kebutuhan, maka pengeluaran itu adalah pengeluaran untuk konsumsi. Contoh pengeluaran konsumsi antara lain biaya yang dikeluarkan untuk makan, minum, kebersihan, listrik, air, kebutuhan rumah tangga lainnya, biaya sekolah, dan biaya perawatan kendaraan.
Tabungan (harta) tak selalu dalam bentuk klasik, seperti rekening tabungan atau deposito. Banyak jenis harta lain yang dapat dipersamakan dengan tabungan, karena sifatnya yang menyimpan harta. Kendaraan, asuransi, penyertaan modal dan saham, tanah dan bangunan, barang elektronik bahkan ternak dapat juga diidentifikasi sebagai tabungan (harta). Menurut Keynes, tabungan (harta) merupakan bagian yang tersisa dari penghasilan setelah diambil untuk konsumsi. Singkatnya, jika selesai urusan Anda dengan segala rupa konsumsi, maka sisa dari penghasilan tersebut adalah harta Anda. Tak peduli apapun bentuknya, dan tidak melihat apakah nilainya akan semakin naik atau malah mengalami penyusutan.
Jika menilik definisi konsumsi dan teori Keynes, maka apapun itu selama tidak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung (konsumsi) dan kepemilikan atau pembeliannya berasal dari bagian penghasilan setelah dikurangi konsumsi, maka sudah sepatutnya dimasukkan dalam kategori harta dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.