DPP Pemotongan PPh Pasal 23 Pasca Berlakunya PMK 131/2024

Sumber: Freepik
Seperti yang telah kita ketahui bersama, pada awal tahun 2025 lalu, pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Setelah itu, pemerintah kembali merilis peraturan baru, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 (PMK 131/2024) yang mengatur bahwa PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dihitung dengan cara mengalikan tarif sebesar 12% dengan nilai lain, yaitu 11/12 dari nilai penggantian. Dengan demikian, perhitungan PPN-nya menjadi 11% dikali nilai penggantian.
Wajib Pajak yang melakukan transaksi pemanfaatan JKP pasti melakukan pemungutan PPN sekaligus pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 (apabila jasa tersebut termasuk jasa lain yang dikenakan PPh Pasal 23). Berdasarkan PMK 131/2024, perhitungan PPN dilakukan dengan mengalikan tarif PPN sebesar 12% dengan 11/12 dari nilai penggantian. Untuk PPh Pasal 23 atas pemanfaatan jasa, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dihitung dengan mengalikan tarif sebesar 2% dengan Dasar Pengenaan Pajak, yaitu jumlah bruto yang dibayarkan, tidak termasuk PPN.
Untuk lebih jelasnya, simak ilustrasi berikut:
PT A membayar jasa cleaning service dari PT B sebesar Rp8.000.000.
Maka, atas pembayaran tersebut PT A melakukan pemungutan PPN dan pemotongan PPh Pasal 23 dengan perhitungan sebagai berikut:
PPN: 12% x 11/12 x Rp8.000.000 = Rp880.000
PPh Pasal 23: 2% x Rp8.000.000 = Rp160.000
Walaupun penghitungan PPN dilakukan dengan mengalikan tarif dengan DPP berupa 11/12 dari nilai penggantian, namun DPP yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 23 yang dipotong tetap menggunakan DPP berupa jumlah bruto yang dibayarkan, tidak mengikuti DPP yang digunakan untuk menghitung PPN.