Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

26 August 2020

Dapat Pesangon? Kena Pajak Gak?

Hero

Sumber:

Oleh: Selviera D. Anggani

Dampak Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia sangat luar biasa, jumlah pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan semakin hari semakin bertambah. Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mengungkapkan sebanyak 3.066.567 pekerja terdampak Covid-19 sehingga harus di-PHK maupun dirumahkan. Data ini tercatat hingga 27 Mei 2020.

"Berbagai sektor industri tidak lagi operasi, sehingga banyak perusahaan kehilangan pendapatan, sebagian tutup, artinya melakukan PHK dan merumahkan pekerja. Hal ini pilihan pahit perusahaan dan tentu menambah pengangguran," kata Menaker Ida Fauziyah dalam pernyataan resminya beberapa waktu lalu.

Satu hal yang biasanya ditunggu oleh pegawai setelah kena PHK oleh perusahaan adalah ketika pihak pemberi kerja menyerahkan sejumlah uang yang biasa disebut dengan uang pesangon atau pesangon karyawan. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam memberikan pesangon, salah satunya pajak atas pesangon.

Berdasarkan peraturan perpajakan, definisi dari uang pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Pajak atas uang pesangon yang dibayarkan sekaligus diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2009, dengan tarif sebagai berikut:

  1. Sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  2. Sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
  3. Sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  4. Sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah)

Untuk pesangon yang dibayarkan secara bertahap namun masih dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dianggap dibayarkan sekaligus. Apabila uang pesangon dibayarkan oleh pemberi kerja secara bertahap dan lebih dari 2 (tahun), maka tarif yang dipakai adalah tarif pasal 17 UU PPh.

Pembayaran atas uang pesangon kepada pegawai dapat dilakukan secara langsung oleh pemberi kerja ataupun dialihkan kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.

Dibayarkan secara langsung

Untuk uang pesangon yang dibayarkan secara langsung oleh pemberi kerja, saat terutangnya pajak adalah pada saat dibayarkan. Yang menjadi pemotong PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, dan tarif yang dikenakan berdasarkan waktu pembayaran pesangon. Apabila pembayaran pesangon dilakukan secara sekaligus atau tidak lebih dari 2 tahun, maka tarif yang berlaku adalah tarif final. Sedangkan apabila pembayaran pesangon dilakukan secara bertahap dan lebih dari 2 tahun, maka tarif yang dipakai adalah tarif pasal 17 UU PPh.

Dialihkan kepada pengelola Dana Pensiun

Saat terutang pajak untuk uang pesangon yang dialihkan oleh pemberi kerja kepada pengelola dana pensiun tenaga kerja dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Dibayarkan sekaligus

Saat terutangnya adalah saat pengalihan uang pesangon sekaligus dari pemberi kerja kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Yang menjadi pemotong PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja.

2. Dibayarkan bertahap

Saat terutangnya adalah saat pembayaran uang pesangon dari pengelola dana pesangon kepada pegawai. Atas pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada pengelola dana pesangon tidak terutang PPh Pasal 21 karena pegawai dianggap belum menerima hak atas uang pesangon. Adapun yang menjadi pemotong PPh Pasal 21 adalah pengelola dana pesangon tenaga kerja.