Cara Pengembalian Pemotongan Pajak atas Dividen Orang Pribadi setelah Terbitnya Aturan Pelaksana UU Cipta Kerja

Sumber:
Oleh: Rixson Valentine
Bertujuan meningkatkan pendanaan investasi di dalam negeri, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja) mengubah ketentuan pasal 4 ayat 3 huruf f Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU Pajak Penghasilan/PPh) yang mengatur tentang pengenaan pajak atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajak (WP) Badan atau WP Orang Pribadi, dari yang sebelumnya dikenakan PPh menjadi dikecualikan dari PPh. UU Cipta Kerja menjelaskan bahwa dividen yang diterima oleh:
- WP Badan Dalam Negeri dengan kepemilikan saham berapapun tidak dikenai PPh;
- WP Orang Pribadi Dalam Negeri dikenai PPh Final 10%, kecuali apabila dividen tersebut diinvestasikan di wilayah NKRI dalam waktu tertentu, maka dividen tersebut tidak dikenakan PPh.
Berlakunya ketentuan UU Cipta Kerja tersebut menimbulkan pertanyaan terkait tata cara pengecualian, kriteria investasi, dan jangka waktu investasi atas dividen yang dikecualikan dari pengenaan PPh. Maka dalam masa transisi pasca berlakunya UU Cipta Kerja sampai dengan terbitnya PMK pelaksanaan terkait, Ditjen Pajak menerbitkan Nota Dinas Nomor ND-93/PJ/PJ.03/2020 yang salah satu poin penjelasannya Ditjen Pajak justru menetapkan dividen yang diterima oleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri, sepanjang diinvestasikan di wilayah NKRI tetap dilaksanakan kewajiban pemotongan PPh. Lalu apakah nanti PPh yang dipotong tersebut dapat dikembalikan setelah terbitnya PMK pelaksana? Bagaimana cara pengembaliannya?
PPh yang dipotong tersebut bisa diterima kembali oleh Orang Pribadi Dalam Negeri yang menerima dividen, cara pengembaliannya sesuai yang diatur pada PMK Nomor 187 Tahun 2015:
- WP yang melakukan pemotongan atau WP sebagai penerima dividen yang dipotong PPh dapat menyampaikan Surat Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan dokumen berupa:
- asli bukti pemotongan pajak;
- penghitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- Permohonan pengembalian disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak yang dipotong terdaftar atau dapat disampaikan melalui:
- pos dengan bukti pengiriman surat; atau
- perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
- Lalu pihak KPP akan melakukan penelitian kebenaran pemotongan PPh atas dividen tersebut. Dalam rangka meneliti, pihak KPP dapat meminta dokumen dan/atau keterangan kepada pemohon.
- Hasil penelitian berupa pengembalian terkait dengan pemotongan PPh diberikan dalam hal memenuhi ketentuan:
- pajak yang seharusnya tidak terutang telah disetor ke kas negara;
- pajak yang dipotong telah dilaporkan oleh pemotong dalam SPT Masa WP pemotong; dan
- pajak yang dipotong tidak diajukan keberatan oleh WP yang dipotong.
- Dalam hal berdasarkan laporan hasil penelitian terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, pihak KPP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
- Pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang atas SKPLB dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).