Beban Bunga Pinjaman secara Fiskal

Sumber: Freepik
Dalam banyak kasus, utang adalah bagian tak terpisahkan dari strategi pembiayaan perusahaan. Namun, yang perlu diperhatikan: beban bunga atas utang tidak otomatis dapat menjadi pengurang pajak. Terdapat aturan aturan mainnya dan jika tidak dipatuhi, bisa berujung pada koreksi fiskal yang cukup besar.
Jika perusahaan Anda memiliki pinjaman—terutama yang beban bunganya signifikan terhadap laporan laba rugi—maka ada empat hal krusial yang perlu diperhatikan agar tidak terkoreksi saat SPT diperiksa:
- Deposito
Jika perusahaan juga memiliki simpanan dalam bentuk deposito, maka beban bunga atas utang akan dikoreksi secara proporsional. Hal ini berkaitan dengan penghasilan bunga deposito yang dikenakan PPh Final.
📌Lihat SE-46/PJ.4/1995 untuk penjelasan dan rumusnya.
- Debt to Equity Ratio (DER)
Berdasarkan ketentuan fiskal, rasio maksimal utang terhadap ekuitas yang diperbolehkan adalah 4:1. Jika rasio ini terlampaui, maka beban bunga atas kelebihan utang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
📌 Rujukan: PMK-169/PMK.010/2015.
Ini salah satu isu yang paling sering memicu koreksi. Jika perusahaan berada dalam kondisi ekuitas negatif, maka seluruh beban bunga atas utang tidak boleh dibebankan secara fiskal. Koreksi penuh berlaku.
- Pinjaman dari/ke Pihak Afiliasi
Jika utang berasal dari atau diberikan kepada pihak afiliasi, maka bunga harus dihitung berdasarkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle). Jika suku bunganya tidak wajar—misalnya terlalu tinggi dibanding suku bunga pasar—akan dilakukan koreksi transfer pricing.
Sebelum koreksi dilakukan oleh Account Representative melalui SP2DK, atau oleh Pemeriksa saat pemeriksaan pajak, lebih baik perusahaan melakukan koreksi fiskal secara mandiri saat menyusun SPT Tahunan PPh Badan. Ini merupakan langkah antisipatif untuk menghindari risiko yang lebih besar, yaitu dikoreksi belakangan dengan tambahan sanksi.