Barang dan Jasa Boleh Jadi Satu Faktur Pajak?

Sumber:
Oleh: Rixson Valentine
Faktur pajak adalah bukti pungutan PPN yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Agar dapat diakui sah secara hukum, maka syarat material dan syarat formal pembuatan faktur pajak harus dipenuhi. Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU nomor 42 tahun 2009 (UU PPN) menjelaskan bahwa faktur pajak memenuhi syarat material apabila faktur pajak berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. Lalu aturan tersebut juga menjelaskan faktur pajak memenuhi syarat formal apabila faktur pajak paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi:
- nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
- nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pencantuman penjelasan mengenai jenis barang kena pajak atau jasa kena pajak menjadi salah satu terpenuhinya syarat formal faktur pajak. Lalu bagaimana jika dalam suatu transaksi diserahkan barang kena pajak sekaligus dengan jasa kena pajak, apakah pencantuman penjelasan mengenai barang dan jasa tersebut harus dijadikan di satu faktur pajak atau mesti dipisahkan menjadi dua faktur pajak yang berbeda? Pertanyaan tersebut menjadi penting untuk dijawab karena selain untk memenuhi syarat formal, menentukan penggabungan atau pemisahan faktur pajak atas barang dan jasa tersebut juga terkait pemenuhan syarat material pembuatan faktur pajak.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat kita pahami dari jawaban atas contoh kasus di bawah:
PT A (status PKP) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan makanan. Untuk memenuhi kebutuhan seragam karyawannya, PT A melakukan kerja sama dengan PT B (status PKP). PT A menyediakan bahan berupa kain (senilai Rp 50 juta) dan menentukan model seragam serta menentukan spesifikasi benang jahitnya. Sedangkan PT B menyediakan benang jahit (sesuai spesifikasi dari PT A) dan menjahitnya sehingga menjadi 500 seragam. Harga yang disepakati oleh PT A dan PT B adalah Rp 200.000,-/pcs seragam, sudah termasuk biaya benang jahit dan ongkos jahit.
Maka pada saat penyerahan hasil jadi berupa seragam dari PT B kepada PT A, bagaimanakah nilai yang disajikan di Faktur Pajak? Apakah DPP pada faktur pajak dijadikan satu harga sebesar Rp100.000.000,- (500 pcs x Rp200.000,-)? Atau apakah perlu untuk menerbitkan dua faktur pajak yaitu faktur pajak untuk biaya benang jahit sendiri dan faktur pajak untuk ongkos jahit sendiri ?
Pasal 13 ayat (9) UU PPN dan pasal 6 ayat (5) PER 24 tahun 2012 menjelaskan bahwa jenis barang atau jasa pada faktur pajak harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan. Oleh karena itu, sesuai aturan tersebut PT B harus menerbitkan faktur pajak dengan menjabarkan penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak yang sebenarnya, yaitu penyerahan benang jahit dan jasa jahit. Namun, PT B tidak perlu memisahkan benang jahit dan jasa jahit tersebut menjadi dua faktur pajak, cukup dirincikan saja pada satu faktur pajak. Terkait nilai yang disajikan pada faktur pajak, PT B terlebih dahulu perlu memisahkan masing-masing harga atas benang jahit dan harga atas jasa jahit.
Perincian benang jahit dan jasa jahit pada satu faktur pajak tersebut juga agar PT A dapat memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu memotong PPh pasal 23 atas fee jasa jahit yang diberikan kepada PT B. Tanpa perincian benang jahit dan jasa jahit tersebut, PT A akan kesulitan menentukan dasar pengenaan pajak untuk melakukan pemotongan PPh pasal 23 atas jasa jahit yang diberikan oleh PT B. Maka lebih lanjut, pada invoice transaksi antara PT A dan PT B juga perlu dipisahkan besaran nilai fee untuk penyerahan benang jahit dan jasa jahit. Ketentuan mengenai pemotongan PPh pasal 23 tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) huruf b PMK 141 tahun 2015 yang menjelaskan bahwa jumlah bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak tidak termasuk pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan.