Senin-Jumat, Pukul 08.00-17.00 WIB

WISMA KORINDO Lt. 5 MT. Haryono Kav. 62, Pancoran Jakarta Selatan 12780

(021) 79182328

09 October 2025

Aspek Perpajakan dalam Proses Merger di Era Coretax

Hero

Sumber: Google

Merger (penggabungan usaha) adalah salah satu aksi korporasi yang paling signifikan. Selain implikasi bisnis dan legal, proses ini memiliki dampak besar terhadap kewajiban perpajakan entitas yang terlibat, baik perusahaan yang menggabungkan maupun yang digabungkan. Dalam konteks sistem administrasi perpajakan yang semakin terintegrasi dan modern dengan hadirnya sistem Coretax, pemahaman terhadap aspek perpajakan menjadi semakin krusial untuk menghindari sanksi dan memastikan kepatuhan.

 

Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) atas Pengalihan Harta

Inti dari aspek PPh dalam merger adalah perlakuan atas pengalihan aset dan liabilitas dari perusahaan yang digabungkan ke perusahaan hasil penggabungan.

 

  1. Nilai Buku vs. Nilai Pasar

Secara umum, pengalihan aset dalam rangka merger harus menggunakan nilai pasar (market value). Hal ini berarti, jika aset dialihkan dengan nilai yang lebih tinggi dari nilai buku fiskalnya, selisihnya akan diakui sebagai keuntungan (objek PPh) bagi perusahaan yang digabungkan.

Namun, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak (DJP) untuk menggunakan nilai buku (book value).

Persyaratan Penggunaan Nilai Buku:

  • Tujuan bisnis: merger harus dilakukan dengan tujuan bisnis yang jelas dan rasional (misalnya, restrukturisasi internal, peningkatan efisiensi).
  • Kepemilikan: pihak yang mengalihkan dan menerima harus memiliki hubungan kepemilikan.
  • Tidak pailit: perusahaan yang digabungkan tidak sedang mengalami kerugian atau pailit.

Penggunaan nilai buku ini sering menjadi opsi yang diminati karena menunda pengenaan PPh atas selisih nilai aset, yang sangat membantu arus kas perusahaan.

 

  1. Perlakuan Rugi Fiskal

Sisa kerugian fiskal (sisa kompensasi kerugian) dari perusahaan yang digabungkan hanya dapat diperhitungkan oleh perusahaan yang menerima penggabungan jika telah mendapatkan persetujuan penggunaan nilai buku dari DJP. Tanpa persetujuan ini, sisa kerugian fiskal akan hangus.

 

Dampak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dalam konteks PPN, pengalihan aset dalam rangka merger dapat dikecualikan dari objek PPN, dengan ketentuan:

  • Pengalihan seluruh (atau hampir seluruh) aktiva yang semula digunakan oleh perusahaan yang digabungkan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.
  • Pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha.

Jika syarat ini terpenuhi, penyerahan aset tersebut bukan merupakan penyerahan Barang Kena Pajak, sehingga tidak terutang PPN. Pemahaman yang tepat mengenai batasan "hampir seluruh" aktiva menjadi penting untuk memastikan pengecualian PPN ini sah.

 

Implikasi Perpajakan Pasca-Merger

Setelah merger selesai, terdapat beberapa penyesuaian administratif dan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi:

  1. Pelaporan SPT Terakhir

Perusahaan yang digabungkan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dan SPT Masa PPN sebelum berakhirnya masa pajak penggabungan.

  1. Penghapusan NPWP dan Pengukuhan PKP

NPWP dan status Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari perusahaan yang digabungkan harus segera diajukan penghapusannya.

  1. Administrasi Harta

Harta yang dialihkan harus dicatat oleh perusahaan hasil merger sesuai dengan nilai yang disetujui DJP (Nilai Buku atau Nilai Pasar).

 

Tantangan Era Coretax

Implementasi sistem Coretax membawa beberapa tantangan dan penekanan baru dalam proses merger:

  • Validasi Data Otomatis

Coretax didesain untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber dan sistem pelaporan. Proses ini akan memungkinkan otoritas pajak untuk memvalidasi nilai pengalihan aset secara lebih cepat dan akurat dibandingkan sebelumnya, membandingkan data yang dilaporkan dalam SPT Masa/Tahunan dengan dokumen legal merger.

  • Kepatuhan Nilai Buku

Permohonan penggunaan nilai buku akan diolah dan diverifikasi oleh Coretax. Ketidaksesuaian antara data pelaporan NPWP yang dihapus dengan data di perusahaan penerima merger akan lebih mudah terdeteksi.

  • Pengawasan Pasca-Merger

DJP dapat lebih mudah melacak dan memonitor kewajiban perpajakan perusahaan hasil merger di masa mendatang, terutama terkait kompensasi kerugian fiskal yang dialihkan. WP harus memastikan bahwa proses administrasi perpajakan yang diselesaikan oleh perusahaan yang digabungkan sudah bersih dan clear.

 

Merger adalah proses kompleks yang menuntut perencanaan pajak yang cermat. Keputusan untuk menggunakan Nilai Buku harus diawali dengan permohonan resmi dan pemenuhan syarat yang ketat, terutama terkait tujuan bisnis dan kepemilikan. Di era Coretax, transparansi dan kepatuhan data menjadi kunci utama. Setiap detail dalam pengalihan aset dan liabilitas harus tercatat dengan akurat dan sesuai dengan ketentuan perpajakan untuk memitigasi risiko audit dan sanksi denda di masa depan.