Aspek Pajak atas Pembayaran Bunga Surat Berharga Negara

Sumber: Freepik
Surat Berharga Negara (SBN) merupakan salah satu instrumen pembiayaan negara berupa Surat Hutang yang diterbitkan oleh pemerintah untuk membiayai anggaran negara. Bagi masyarakat, SBN bisa menjadi salah satu bentuk investasi yang menawarkan imbal hasil berupa bunga atau diskonto yang menarik, dengan risiko yang cenderung rendah. Dengan berinvestasi dalam bentuk SBN, artinya masyarakat memberikan pinjaman kepada pemerintah dengan janji akan memperoleh pengembalian pokok dan bunga sesuai dengan perjanjian yang ditetapkan.
Pada umumnya, SBN terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Surat Utang Negara (SUN), diterbitkan oleh pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002, yang merupakan instrumen investasi yang dikelola secara konvensional yang memberikan imbal hasil berupa bunga (kupon) yang dibayarkan secara periodik dan pokok hutang dikembalikan pada akhir jangka waktunya. SUN terbagi menjadi Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan Saving Bond Retail (SBR).
2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, mengacu pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008, yang memberikan imbal hasil berupa bagi hasil atau nisbah, jadi tidak mengenal istilah bunga. Artinya, SBSN mewakili kepemilikan sebagian dari aset atau proyek yang ada sehingga akan mendapatkan bagian dari keuntungan yang dihasilkan proyek tersebut sesuai dengan kesepakatan. SBSN terbagi menjadi Sukuk Ritel dan Sukuk Tabungan.
Sebagai instrumen investasi, imbal hasil atau bunga yang diperoleh oleh masyarakat atas kepemilikan SBN akan menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan. Adapun tarif pajak atas imbal hasil tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2021.
Penghasilan berupa bunga obligasi yang diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap dikenai PPh yang bersifat final dengan tarif 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaaan pajak. PPh Final tersebut dipotong oleh pihak pembayar bunga seperti, penerbit obligasi atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, perusahan efek, dealer, bank, atau reksa dana selaku pedagang perantara dan/atau pembeli. Wajib Pajak sebagai penerima penghasilan bunga SBN tidak perlu menyetorkan sendiri, namun mempunyai kewajiban untuk melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan sebagai penghasilan final.
Sebagai tambahan informasi, ketentuan pengenaan PPh bersifat final tidak berlaku dalam hal penerima penghasilan bunga obligasi merupakan Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapat izin dari OJK atau Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Penghasilan atas bunga obligasi tersebut dikenakan PPh berdasarkan tarif umum sesuai UU PPh.