Apa Saja Kriteria Baru Orang Pribadi Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri?

Sumber:
Oleh: Nadya A. Rangkuti
Untuk memahami kriteria orang Pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri, tidak sulit sekarang. Bahkan justru seolah semakin dipermudah melalui perubahan di UU Cipta Kerja (UUCK) yang diundangkan di tahun 2020 melalui UU Nomor 11 Tahun 2020. Sebelum UU Cipta Kerja, mungkin sempat ada kebingungan di lapangan mengenai penerapan tentang warga negara asing yang menerima penghasilan dari Indonesia, sehubungan dengan pekerjaan atau jasa atau penghasilan lainnya. Tapi, kemudian UU Cipta Kerja merubah ketentuan mengenai kriteria orang Pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri tersebut dalam perubahan ketentuan Pasal 3 UU Pajak Penghasilan (Pasal 111 UU Cipta Kerja), menjadi sebagai berikut.
“(3) Subjek pajak dalam Negeri adalah:
- orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing yang:
1. bertempat tinggal di Indonesia;
2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam 12 (dua belas) bulan; atau
3. dalam suatu tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia”
Kalau diperhatikan dengan ketentuan kriteria di UU Pajak Penghasilan terdahulu, ketentuan nomor 1,2 dan 3 adalah mengatur hal yang sama. Apa yang membedakan?
Di perubahan ketentuan kriteria orang Pribadi dapat dikatakan sebagai subjek pajak dalam negeri yang diatur di UU Cipta Kerja, menekankan bahwa orang Pribadi itu termasuk WNI maupun WNA alias bule. Jadi, kriterianya jelas berbeda dengan kriteria WNA ketika mereka menjadi subjek pajak luar negeri. Simply, begitu WNA berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan tanpa harus berturut-turut, punya niat tinggal di Indonesia, menerima penghasilan dari Indonesia, langsung deh dikenain pajak-pajak yang berlaku bagi subjek pajak dalam negeri, terutama PPh Pasal 21 atas penghasilan individunya. Praktiknya, WNA terlebih dahulu harus memiliki KITAS/NPWP sebagai identitas. Jadi kalau WNA tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 peraturan baru ini, maka WNA masih jadi subjek pajak luar negeri dan atas penghasilannya masih bisa dikenakan PPh Pasal 26, yang tentu memiliki tarif lebih tinggi.
Perubahan ketentuan kriteria ini senada dengan perubahan sistem pemajakan yang dianut Pemerintah Indonesia yang semula menganut mahzab worldwide income, jadi mahzab hybrid territorial tax system, dimana praktiknya akan mempertimbangkan beberapa aspek pemajakan seperti sumber penghasilan, tempat tinggal, dan tujuan penghasilannya. Hal ini dikonfirmasi oleh perwakilan Kementerian Keuangan RI setelah meresmikan UU Cipta Kerja di tahun 2020.
So, jangan pusing-pusing lagi ya tentang kriteria subjek pajak dalam negeri ini.