Biaya Melahirkan Kena Pajak, Beneran?
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo angkat bicara mengenai isu biaya melahirkan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ini tertuang dalam RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam pasal 4A RUU ini, pemerintah diketahui menghapus beberapa jenis jasa yang saat ini masuk dalam kelompok objek tidak kena pajak. Jasa-jasa yang dihapus dan akan dikenai PPN salah satunya adalah jasa pelayanan kesehatan medis.
Untuk jasa kesehatan ini, dikabarkan yang berpotensi dikenakan PPN adalah mulai dari biaya dokter, pelayanan hingga biaya melahirkan. Hal ini pun langsung dibantah oleh Yustinus.
"Ini juga mau kami klarifikasi, tidak pernah terbersit sedikit pun pemerintah akan memajaki biaya melahirkan, kalau perlu kita mendukung," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/6/2021).
Menurutnya, sama dengan pengenaan PPN untuk barang sembako, dimana yang dikenai pajak adalah bersifat premium dan hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. Seperti beras impor shirataki dan bamasti hingga daging wagyu.
Oleh karenanya, ia kembali memastikan bahwa biaya melahirkan dan layanan kesehatan dasar lainnya tidak akan dikenakan PPN. Bahkan pemerintah justru mendukung melalui perluasan penerima bantuan BPJS Kesehatan.
"Jadi kami klarifikasi polanya sama (PPN sembako). Ini sama. Jasa kesehatan pun mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut terutama untuk layanan kesehatan dasar yang dinikmati, disediakan untuk warga masyarakat baik di RS negeri, RS swasta, BPJS, non BPJS," jelasnya.
Lanjut Yustinus, yang nantinya dikenakan pajak adalah biaya kesehatan yang sifatnya estetik seperti perawatan kecantikan. Sedangkan jasa kesehatan dasar yang sifatnya terapotik tidak akan dipungut PPN nya.
"Jadi tidak perlu khawatir, biaya melahirkan, dimanapun itu tidak dikenai pajak karena itu termasuk kebutuhan dasar," tegasnya.
Sumber: cnbcindonesia.com, 16 Juni 2021