Flash News 6 Agustus 2018
1.) BI: Tarif Swap Devisa Diturunkan dan Ada Insentif Pajak Pemerintah dan BI tengah berkoordinasi meningkatkan jumlah devisa dengan menarik Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke dalam negeri dan mengonversinya ke rupiah. Untuk itu, ekportir akan diberikan biaya swap yang lebih murah. Dari sisi pemerintah juga telah menyediakan insentif pajak bagi pengusaha yang menaruh DHE dalam bentuk rupiah di dalam negeri. Hal itu sejalan dengan PMK Nomor 26/PMK.010/2016, yakni insentif pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI dari DHE yang diparkir di perbankan dalam negeri, bahwa pemerintah akan memberikan diskon tarif PPh Final. (Investor Daily) Topik: EKONOMI DAN BISNIS
1.) Efek Biodiesel pada 2019 Mulai 1 September 2018, mandatori B20 atau pencampuran 20% biodiesel ke dalam satu liter solar diberlakukan, B20 dinilai sebagai salah satu upaya substitusi impor minyak. Program B20 bisa menghemat devisa hingga akhir tahun. Namun, penerapannya menunggu peraturan presiden dan peraturan menteri ESDM. Namun, mandatori B20 belum bisa memperbaiki neraca perdagangan dalam jangka pendek, perbaikan neraca paling cepat pada tahun depan. (Kompas)
2.) Minyak Indonesia 70,68 Dollar AS Per Barrel Harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) Juli 2018 naik menjadi 70,68 dollar AS per barrel. Pada Juni 2018, ICP 70,36 dollar AS per barrel. Kenaikan ICP Juli akibat permintaan minyak mentah di pasar internasional yang tinggi. Dalam publikasi International Energy Agency, permintaan minyak mentah tahun ini naik 1,4 juta barrel per hari menjadi 99,1 juta barrel per hari. (Kompas)
3.) Teknologi Finansial Semakin Dekat Masih banyak persoalan yang harus diupayakan untuk menjembatani kesenjangan terhadap akses keuangan. Industri teknologi finansial (tefkin) dapat mendukung pembiayaan UMKM melalui dukungan regulasi yang tepat. Hingga kini pelaku UMKM di Indonesia masih mengalami kesulitan memperoleh pendanaan, terutama kredit pembiayaan dari sumber konvensional untuk mendorong perkembangan bisnis. Menurut data Findex baru 49 persen orang dewasa yang memiliki akses ke sistem finansial formal. Padahal, 69 persen populasi yang belum memperoleh akses perbankan telah menggunakan telepon pintar. (Media Indonesia)
4.) Gagap Atasi Depresiasi Rupiah Depresiasi rupiah terjadi pada saat kondisi makroekonomi dalam negeri relatif terkendali dengan laju inflasi yang terjaga, defisit fiskal yang trennya semakin mengecil, posisi cadangan devisa yang sempat memecahkan rekor, dan laju pertumbuhan ekonomi yang masih dalam kisaran target baik pemerintah maupun BI. Depresiasi rupiah kali ini memang lebih dipicu oleh faktor eksternal. Setidaknya ada dua faktor, yakni kebijakan Bank Sentral AS menaikkan suku bunganya dan kebijakan-kebijakan Donald Trump yang konfrontatif. Namun, juga tak bisa dibantah bahwa kondisi defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdaganga turut menjadi biang kerok dari depresiasi rupiah yang saat ini terjadi. BI sudah mengeluarkan berbagai jurus ampuhnya namun tetap tak berhasil membendung. Pemerintah kini sibuk dengan strategi untuk menarik devisa masuk dan mencegah devisa keluar. Pemerintah harus mulai konsisten menjalankan kebijakan jangka panjang dalam rangka memperbaiki structural ekonomi. (Bisnis Indonesia)
5.) Pemerintah Gencarkan Lobi Fasilitas Ekspor ke Amerika Serikat Pemerintah menggencarkan lobi untuk mempertahankan fasilitas ekspor generalize systems of preference (GSP) dari Amerika Serikat. Indonesia memanfaatkan GSP untuk ekspor senilai US$ 1,8 miliar (Rp 25 triliun) per tahun. Pada juni lalu, pemerintah Amerika Serikat meninjau ulang fasilitas GSP atau keringanan bea masuk yang diberikan ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Namun Presiden Donald Trump menginstruksikan evaluasi atas fasilitas tersebut, terutama negara-negara yang menikmati surplus perdagangan. (Tempo)
Contact us: www.enforcea.com | twitter : @enforcea_info fb : /EnforceA | contact@enforcea.com | WA : 0813 1407 9696