Flash News 12 Juni 2020
TOPIK PERPAJAKAN DAN PENERIMAAN
1. Relaksasi Minuman Alkohol Disiapkan
Pemerintah akan memperluas relaksasi cukai untuk minuman mengandung etil alkohol (MMEA) karena dianggap sebagai salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19. Sebelumnya, relaksasi diberikan untuk hasil tembakau yakni penundaan pembayaran cukai, serta pembebasan cukai etil alkohol untuk pembuatan hand sanitizer, disinfektan, dan produk sejenis. Rencananya, pelonggaran akan diberikan untuk minuman beralkohol golongan A, seperti bir dan minuman sejenis lainnya. Sebab, industri ini dinilai cukup terpukul akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB).Dengan adanya PSBB, resto & cafe yang menjual MMEA [tertekan] karena distribusinya terganggu, otomatis tutup sehingga penyerapannya akan menurun.
Pengamat Pajak CITA Fajry Akbar menilai, relaksasi harus diberikan terkait dampak yang diakibatkan dari pandemi corona. Industri rokok misalnya, bukan berarti relaksasi yang diberikan untuk mendorong orang merokok, melainkan bertujuan menyelamatkan para tenaga kerja. Begitu pula dengan industri minuman beralkohol. Jika jumlah pekerja yang kena PHK makin tinggi, maka akan menjadi beban pemerintah karena harus mengucurkan bantuan sosial lebih besar. (Bisnis Indonesia)
2. Potensi Penerimaan Pajak Digital Capai Rp 10 Triliun
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Indah Kurnia mengatakan, Kemenkeu berusaha mencari sumber pembiayaan baru dan menambah penerimaan negara di tengah pandemi Covid-19 dengan penarikan pajak digital. Dengan potensi transaksi produk digital sekitar Rp 102 triliun dan tarif PPN 10%, maka penerimaan yang akan didapat mencapai Rp 10 triliun. Ia merinci ada 7 bentuk dan nilai transaksi barang digital yang memiliki potensi di Indonesia.
Transaksi dari perangkat lunak telepon genggam yang mencapai Rp44,7 triliun, media sosial dan layanan over the top sebesar Rp17,07 triliun, hak siaran atau layanan televisi berlangganan Rp16,49 triliun, serta sistem perangkat lunak dan aplikasi sebesar Rp14,06 triliun. Kemudian untuk transaksi digital dari penjualan film sebesar Rp7,65 triliun, perangkat lunak khusus seperti perangkat mesin dan desain sebesar Rp1,77 triliun. Kemudian untuk transaksi game, video, dan musik digital sebesar Rp880 miliar. Di sisi lain, Indah mengatakan implementasi pengenaan PPN 10% mulai 1 Juli 2020 dapat dilakukan bertahap, dengan terlebih dahulu menarik pajak digital yang bersifat konsumtif, seperti Netflix dan Spotify. Sementara yang bersifat produktif, seperti Zoom bisa ditunda. (Investor Daily)
3. Pemerintah Matangkan Insentif Keringanan Biaya Listrik Industri
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah mengirimkan surat edaran ke PT Listrik Negara (PLN) memuluskan pemberian stimulus itu. Menperin menuturkan, bentuk keringanan biaya listrik adalah penghapusan biaya minimum untuk pemakaian 40 jam konsumsi listrik, termasuk bagi pelanggan industri premium yang menggunakan 233 jam konsumsi listrik. Kebijakan ini diusulkan untuk periode berlangganan 1 April-31 Desember 2020. Insentif lainnya adalah penundaan pembayaran 50% tagihan PLN selama 6 bulan, mulai April sampai September 2020 dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan. Lalu diusulkan pula penghapusan denda keterlambatan pembayaran.
Selanjutnya, Menperin menyampaikan, pemerintah tengah mengkaji insentif berupa penghapusan PPN untuk bahan baku lokal tujuan ekspor, penangguhan pembayaran PPN selama 90 hari tanpa denda, serta pembebasan sementara angsuran PPh Pasal 25. Insentif bagi pelaku industri yang sudah diluncurkan, antara lain pembebasan PPh Pasal 22 impor, angsuran 30% PPh Pasal 25, restitusi PPN dipercepat, serta insentif tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan/atau kemudahan impor tujuan ekspor untuk penanganan pandemi Covid-19. (Investor Daily)
TOPIK EKONOMI DAN BISNIS
1. Pemulihan Ekonomi Nasional Bisa Terhambat
Jalan menuju pemulihan ekonomi masih sangat tidak pasti dan rentan terhadap gelombang kedua Covid-19. Jika tidak hati-hati, pemulihan ekonomi bisa terhambat dan semakin lama. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dalam laporan Proyeksi Ekonomi Edisi Juni 2020, Rabu (10/6/2020) malam, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini minus 2,8 persen dengan asumsi lonjakan kasus pandemi Covid-19 di dalam negeri pada pertengahan April lalu.
Dalam laporan bertajuk ”World Economy on a Tightrope” itu, OECD memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati melonggarkan pembatasan sosial karena jalan menuju pemulihan ekonomi masih sangat tidak pasti dan rentan terhadap gelombang infeksi kedua. Konsekuensi pemulihannya akan lebih berat dan lama. (Kompas)
2. Perdagangan Global Terpukul, Desain Ulang Strategi Ekspor-Impor
Perdagangan anjlok di tengah pandemi Covid-19. Indonesia mesti menata ulang strategi ekspor-impornya. Pemerintah dan pelaku industri perlu menata ulang strategi ekspor dan mengendalikan impor. Proyeksi ekonomi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang dirilis Rabu (10/6/2020) menyebutkan, perdagangan dunia akan terkontraksi tajam selama pandemi Covid-19, setidaknya 18 bulan mendatang. OECD memetakan dua skenario pertumbuhan perekonomian global.
Dalam skenario pertama, dengan kondisi penyebaran virus berhasil ditekan, perdagangan global diproyeksi terkontraksi ke level minus 9,5 persen sebelum kembali pulih pada 2021. Dalam skenario kedua, dengan gelombang kedua muncul di akhir tahun—yang diikuti dengan penguncian wilayah—perdagangan global diprediksi anjlok lebih dalam menjadi minus 11,4 persen. (Kompas)