Asosiasi E-Commerce Dukung Pemerintah Kejar Pajak Digital
Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia (Indonesia E-Commerce Association/IdEa, Ignatius Untung, mengatakan bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020 merupakan langkah awal yang tepat untuk mengenakan pajak digital. Menurut dia, selama ini pelaku usaha digital yang berkantor di luar negeri sekadar menjadikan Indonesia pangsa pasar mereka.
Sementara itu, untuk produk UMKM yang dijual di e-commerce, dia berharap pemerintah tidak menjadikan produk tersebut objek pajak di tengah Covid-19 yang memukul pendapatan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). “Menurut saya program PMK 48 ini udah benar banget, bahwa yang dikejar yang asing dulu deh. Karena mereka enak, buka kantor di luar negeri, nggak punya cabang di Indonesia. Sementara market-nya market Indonesia, terus masuk sini nggak kena pajak,” ucap Ignatius, Minggu (5/7).
Setelah mengejar pajak dari produk digital milik pelaku usaha di luar negeri yang tidak memiliki kantor cabang di dalam negeri, menurut Ignatius, barulah pemerintah bisa memikirkan mengenakan pajak untuk produk yang dijual e-commerce di dalam negeri.
Dia tidak mempermasalahkan pengenaan pajak diberlakukan selama dapat menciptakan kesetaraan perlakuan (equal playing field). Namun, apabila pemerintah mengenakan pajak untuk produk yang dijual di e-commerce seperti Shopee, Bukalapak, dan Tokopedia, sementara produk yang dijual di media sosial tidak dikenakan pajak, menurut dia penjual akan beralih ke media sosial “Yang dikeluhkan pelaku marketplace adalah kalau yang ditagih pajak itu cuma yang di marketplace, nanti pada rontok pedagangnya pindah ke media sosial,” imbuh Ignatius.
Dia mengumpamakan pedagang yang menjual produknya di marketplace online layaknya pedagang yang berjualan di ITC. Sementara itu, pedagang yang menjual produknya di media sosial selayaknya pedagang kaki lima di trotoar. Karena itu, pemerintah mesti merapikan pedagang di media sosial terlebih dahulu sehingga mereka juga bisa didata untuk pengenaan pajak. “Sekarang banyak yang jualan di marketplace, tapi masih banyak yang jualan di trotoar. Jangan yang di media sosial belum diberesin semua, terus yang di marketplace itu dikenakan pajak, yang di media sosial nggak, pindah ke media sosial lagi nanti semuanya. Jadi lebih ke sana sih, lebih ke perlakuan level playing field, baik ke offline atau online, maupun sesama online,” ucap Ignatius.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan sejumlah kriteria pelaku usaha yang akan ditunjuk sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi barang atau jasa digital dari luar negeri melalui sistem elektronik. Pengaturan mengenai persyaratan dan tata cara penunjukan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020.
Sumber: investor.id, 5 Juli 2020