Flash News 4 Agustus 2020
Topik: EKONOMI & BISNIS
1) Efek Stimulus Belum Mangkus
BPS melaporkan, pada bulan lalu terjadi deïŽasi sebesar 0,10%. Kondisi ini membuat inïŽasi selama Januari—Juli (year-to-date/ytd) sebesar 0,98% dan secara tahunan (yearon-year/yoy) 1,54%. Adapun, inïŽasi inti Juli sebesar 0,16%, lebih baik dibandingkan dengan Juni sebesar 0,02%. Namun, secara tahunan inïŽasi inti mengalami penurunan menjadi 2,07% dibandingkan dengan Juni 2020 yang sebesar 2,26%. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kondisi inïŽasi inti perlu mendapat perhatian penuh dari pemerintah karena mencerminkan daya beli masyarakat.
Sebenarnya, pemerintah tak hanya diam. Berbagai stimulus diberikan untuk meminimalisasi dampak pandemi Covid-19 ke daya beli masyarakat. Keseriusan pemerintah itu dapat dilihat dari realisasi penyaluran anggaran perlindungan sosial dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang per 22 Juli lalu telah terserap 38% dari total anggaran Rp203,9 triliun. Pemerintah pun banyak memberikan bantuan sosial seperti program Kartu Prakerja, Kartu Sembako, penambahan Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga Bantuan Pangan non-Tunai (BPNT).
Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede menyebutkan berdasarkan Analisa dan data menunjukkan tabungan di perbankan naik. Akan tetapi jumlah kredit yang disalurkan turun. Kondisi ini makin mempertegas bahwa kelompok berpenghasilan tinggi cenderung menahan atau masih belum percaya diri untuk membelanjakan uangnya.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri saat menjadi pembicara dalam Mid-Year Economic Outlook 2020 Bisnis Indonesia, belum lama ini mengatakan bahwa salah satu strategi untuk memulihkan daya beli masyarakat adalah dengan menambah BLT. Menurutnya, BLT lebih efektif karena penetapannya tidak melalui proses politik seperti bantuan sembako. (Bisnis Indonesia)
2) Mewaspadai Data PDB
IHSG anjlok 143,4 poin atau 2,78% menjadi 5.006,22 di akhir perdagangan Senin (3/8). Investor asing pun banyak melakukan aksi jual dengan total net sell mencapai Rp 1,48 triliun.
Analis Reliance Sekuritas Lanjar Nafi mengatakan selain ditekan oleh kecemasan resesi global, laporan keuangan emiten yang dibawah ekspektasi juga menjadi sentiment negative untuk IHSG. Valdy Kurniawan Analis Phintraco Sekuritas mengatakan pergerakan IHSG tersebut didominasi faktor psikologis investor yang cenderung wait and see mengantisipasi kinerja emiten dan juga data pertumbuhan ekonomi Indonesia juga menjadi sentimen yang menyetir pergerakan IHSG. (Kontan)
3) Tetap Sulit Tumbuh Selama Covid-19 Belum Terkendali
Perbaikan kinerja manufaktur pada awal kuartal ketiga tahun ini belum akan mendongkrak sektor ini secara keseluruhan. Manufaktur ke depan masih terganjal penanganan pandemi Covid-19. IHS Markit mencatat Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Juli 2020 tercatat berada di posisi 46,9 yang meningkat 7,8 poin dari indeks bulan Juni 2020. Data ini menunjukkan kalau industri manufaktur Indonesia berada pada level kontraksi alias dibawah 50. Penyebabnya adalah produsen barang di Indonesia masih mengalami dampak buruk pandemi Covid-19 pada kegiatan ekonomi. Lesunya kegiatan konsumis membuat perusahaan tetap enggan berinvestasi untuk kapasitas baru.
Walhasil keadaan lapangan kerja semakin menurun dan aktivitas pembelian berkurang. Survei juga menunjukkan bahwa pemulihan ke depan masih akan menemui tantangan diantaranya pengurangan lapangan kerja pabrik secara signifikan untuk mengendalikan biaya. (Kontan)