PPS akan berakhir bulan ini, apa jaminan bagi Wajib Pajak yang ingin ikut?
Oleh: Wanda Helen Christyana Siahaan
Sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Program Pengungkapan Sukarela (PPS) telah dan sedang diselenggarakan sejak 1 Januari 2022 s.d 30 Juni 2022. PPS itu sendiri merupakan program yang memberikan kesempatan bagi wajib pajak yang telah mendapatkan pengampunan pajak untuk mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan pada program pengampunan pajak tersebut.
Harta bersih yang dimaksud adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, yang sudah kami bahas juga di artikel kami yang berjudul “Utang yang dapat digunakan untuk menentukan Nilai Harta Bersih pada Program Pengungkapan Sukarela”. Sedangkan nilai harta yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya nilai harta bersih tersebut adalah berdasarkan nilai nominal untuk harta berupa kas atau setara kas atau harga perolehan untuk harta selain kas atau setara kas.
Lalu, apakah ada jaminan bagi Wajib Pajak apabila mengikuti PPS tersebut?
Dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No Tahun 2021 disebutkan bahwa:
Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang telah memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (6), berlaku ketentuan:
- tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan Tahun Pajak 2020, kecuali ditemukan data dan/atau informasi lain mengenai harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta;
- kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a meliputi Pajak Penghasilan orang pribadi, Pajak Penghasilan atas pemotongan dan/atau pemungutan, dan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali atas pajak yang sudah dipotong atau dipungut tetapi tidak disetorkan; dan/atau;
- data dan informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.
Berdasarkan peraturan tersebut, ada jaminan tidak diterbitkannya ketetapan untuk kewajiban pajak tahun 2016-2020 dan perlindungan data/informasi dimana atas harta yang diungkapan tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Namun, yang harus diperhatikan wajib pajak adalah apabila dikemudian hari Direktur Jenderal Pajak menemukan adanya harta yang kurang/belum diungkap oleh wajib pajak yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2020, ada sanksi yang menanti wajib Pajak, dimana harta yang kurang/belum diungkap tersebut akan dikenai PPh Final dengan tarif 30% (PP No 36 Tahun 2017) ditambah sanksi 200% berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU TA.
Jaminan dan sanksi tersebut sebenarnya sudah cukup untuk menjadi alasan bagi wajib pajak untuk mengikuti PPS tersebut. Terlebih lagi, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah menjalin kerjasama dengan instansi-instansi di dalam maupun di luar negeri untuk mendapatkan informasi terkait harta yang dimiliki oleh wajib pajak, sehingga sangat mudah bagi (DJP) untuk menemukan harta tersebut. Jadi, apabila wajib pajak ingin mengikuti PPS pastikan untuk benar-benar melaporkan harta yang dimiliki.